Lihat ke Halaman Asli

Dewa Pradika

Mahasiswa

Revenge Tourism: Berkah atau Masalah?

Diperbarui: 16 Juli 2024   12:57

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto oleh Asad Photo Maldives: https://www.pexels.com/id-id/foto/pria-dan-wanita-berjalan-di-dermaga-1268855/

Semenjak pandemi COVID-19 mereda, berbagai sektor kehidupan mulai berbenah untuk kembali ke kondisi normalnya. Khususnya sektor pariwisata di Bali yang mulai hidup kembali semenjak sempat "mati" karena pandemi, yang berefek pada turunnya kunjungan wisatawan ke Bali. Dilansir dari Databoks, Laporan Badan Pusat Statistik mencatat, jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Bali meningkat hingga mencapai 276.659 kunjungan pada bulan Agustus 2022, kemudian angka tersebut meningkat setahun kemudian  yaitu berada pada angka 481.646 kunjungan pada bulan Desember 2023. Hal tersebut merupakan peningkatan yang baik untuk Bali yang mengandalkan sektor pariwisata sebagai tumpuan utama ekonominya. Sebagaimana kita ketahui bersama, pariwisata Bali memiliki pengaruh sangat signifikan terhadap perekonomian Indonesia, seperti dalam penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan devisa, pengembangan infrastruktur dan kontribusi terhadap PDB Indonesia.

Akan tetapi hal tersebut menimbulkan masalah baru dalam dunia kepariwisataan Bali, yaitu munculnya fenomena Revenge Tourism. Revenge Tourism adalah fenomena lonjakan pengunjung atau wisatawan yang berkunjung ke suatu tempat sebagai pelampiasan akibat pembatasan saat pandemi selama 2 tahun. Sehingga dengan lonjakan kunjungan tersebut, muncul berbagai masalah sosial baru yang ditimbulkan oleh wisatawan-wisatawan yang ingin melampiaskan keinginannya untuk berlibur setelah 2 tahun pandemi yang membatasi aktivitas bepergian.

Fenomena ini membawa dua sisi mata uang yang berbeda. Di satu sisi, peningkatan jumlah wisatawan membawa berkah ekonomi yang sangat signifikan bagi Bali. Hotel-hotel kembali penuh, restoran-restoran kembali sibuk, dan berbagai usaha kecil menengah yang bergantung pada pariwisata dapat kembali bangkit. Peningkatan aktivitas ekonomi ini tentu saja berdampak positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal dan menurunnya angka pengangguran. Namun di sisi lain, lonjakan wisatawan yang tidak terkendali juga menimbulkan berbagai masalah sosial dan lingkungan. Kemacetan lalu lintas menjadi masalah serius di berbagai destinasi populer. Sampah plastik dan limbah lainnya menumpuk di pantai dan tempat-tempat wisata lainnya, yang mengancam keindahan alam dan ekosistem lokal. Tidak hanya itu, perilaku wisatawan yang tidak bertanggung jawab juga seringkali merusak situs-situs budaya dan adat yang sakral bagi masyarakat Bali. Fenomena revenge tourism yang mengakibatkan overtourism ini juga membuat harga-harga kebutuhan pokok dan properti melonjak, yang tentu saja memberatkan penduduk lokal.

Pemerintah dan masyarakat Bali harus menghadapi tantangan ini dengan bijaksana. Perlu adanya regulasi yang ketat dalam mengelola jumlah wisatawan yang datang, serta peningkatan edukasi bagi wisatawan mengenai pentingnya menjaga kelestarian alam dan budaya lokal. Selain itu, promosi pariwisata yang berkelanjutan dan ramah lingkungan harus terus digalakkan agar pariwisata Bali dapat terus berkembang tanpa merusak keindahan dan kekayaan budaya yang dimilikinya.

Kesimpulannya, revenge tourism bisa menjadi berkah ekonomi yang sangat besar bagi Bali, namun tanpa pengelolaan yang baik, ia juga dapat menjadi masalah yang besar. Penting bagi semua pihak terkait untuk bekerja sama dalam menciptakan pariwisata yang berkelanjutan, yang tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan dan budaya Bali. Dengan demikian, pariwisata Bali akan terus menjadi primadona yang tidak hanya dinikmati oleh wisatawan masa kini, tetapi juga oleh generasi mendatang.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline