Lihat ke Halaman Asli

I Dewa Nyoman Sarjana

profesi guru dan juga penulis.

CERBUNG. Sepasang Sandal

Diperbarui: 15 Maret 2024   13:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Input sumber gambar poto pixabay gratis

SEPASANG SANDAL (SANDAL CINDERELA DI ATAS MEJA)

DN Sarjana

Kabar anginpun tak ada. Baik di wa, fb, Ig, twitter apalagi youtube. Aku terperangah. Tiba-tiba malam itu dia telah berdiri di hadapanku. Andai aku bilang bidadari, aku takut salah. Dia tak suka dipuji. Padahal dari banyak lukisan bidadari yang pernah kulihat terpasang di galeri, dia lebih cantik dari lukisan-lukisan itu. Apalagi dengan artis yang konon bisa pra bayar. Eee..hanyal ku melambung.

Kembali Aku ceritakan gadis malam. Maksudku gadis di malam itu. Aku terheran saja, mengapa dia nyelonong? Apakah dia mendapat kabar tentang kesendirianku di cafe ini. Aku sengaja memilih tempat  jauh dari keramaian. Paling yang datang tamu-tamu yang sengaja mencari suasana sepi. Sama sepertiku. Malam ini Aku ingin melepas kenangan lalu. Kenangan di bulan Agustus.

Mestinya Aku seperti anak muda lain, merayakan suasana merdeka penuh kegembiraa karena hampir disetiap kampung maupun kota hiasan merah putih terlihat sumpringah. Tapi bagiku disetiap bulan Agustus, perasaan tidak enak kan muncul, karena torehan luka itu akan terkelupas kembali.

Di balik penampilannya dengan balutan pakaian modis berkelas dengan sandal bak Ciderela, senyumnya terlihat kecut. Itu yang tak ku mau. Mestinya dia datang dengan senyum manis, hingga suasana galauku kan hilang.

"Kau sering seperti ini?" Kau bahagia seperti ini? Bli, kehadiranku malam ini, tidaklah mudah. Bagaimana aku berbohong dari keluargaku, demi menemuimu. Aku masih terngiang peristiwa buram di bulan Agustus. Apakah Bli masih mengingatnya?"

Tiba-tiba perempuan itu duduk di sampingku. Sepertinya mau menyandarkan tubuhnya di badanku. Cuman aku sedikit berkelit. Aku malu bau alkohol keluar dari mulutku melukai dia lagi. Sepatah katapun tak keluar dari bibirku.

Sambil menggenggam jemariku, tatapan perempuan itu begitu tajam. Air mata, sedikit tertahan di ujung lentik mata sayu. Senyumnya terlihat sedih, memberi isyarat ada duka bergelayut di hatinya.

"Bli, kau laki-laki yang ku kenal. Kau begitu menjaga kehormatanku. Aku sangat bangga sama Bli. Bicaralah Bli !" Perempuan itu mengguncang tubuhku.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline