Lihat ke Halaman Asli

I Dewa Nyoman Sarjana

profesi guru dan juga penulis.

Panggil Daku Guru

Diperbarui: 27 Februari 2024   20:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerbung. Sumber ilustrasi: pixabay.com/Yuri B


PANGGIL DAKU GURU
DN Sarjana

Setiap pagi Yunita harus menaiki perahu untuk bisa sampai ditempat tujuan. Sebuah tas ransel, ....tempat nasi, selalu setia menemani. Ia tidak mesti rapi saat berangkat karena angin dan juga air sering masuk ke dalam perahu. Pastinya rambut akan acak-acakan dan pakaianpun sering basah karena cipratan air sungai.

Ia tidak sendirian di perahu itu. Tiga sampai lima anak sering berbarengan diajak berangkat. Itu yang Yunita jalani setiap hari. Tidak peduli apakah hujan atau panas menyengat.

Yunita seorang perempuan dengan ikhlas dan sukarela mengabdikan dirinya sebagai guru P3K di daerah pesisir Kalimantan. Sekolah yang terpaksa didirikan di atas sungai karena tidak memiliki daratan. Bangunannya sangat sederhana dengan balok dan papan kayu.

Hari itu Yunita hampir terlambat beserta tiga anak yang ada dalam prahu klotok. Ombak yang lumayan besar membuat perahu jalan agak pelan.  Mereka sedikit berlari menuju sekolah.
"Ayo anak-anak, kita sedikit berlari. Biar tidak terlambat mengikuti upacara bemdera," ucap Bu Yunita agak keras.

"Ayoo...bu...," anak-anak serentak menjawab dan berlari kecil dengan Bu Yunita.

Kebetulan hari ini hari yang istimewa bagi Yunita dan dua teman guru lain yang bertugas karena bertepatan dengan hari guru yang jatuh setiap tanggal 25 Nopember.

Lebih istimewa lagi Bu Yunita diberikan kesempatan sebagai pembina upacara oleh Bapak Kepala Sekolah sebagi bentuk penghargaan karena tahun ini juga Bu Yunita diangkat menjadi guru P3K, setelah 5 tahun mengabdi.

"Mengheningkan cipta mulai...," suara Yunita tegas tapi terdengar sejuk. Semua peserta upacara menundukan kepala. Termasuk Bapak Kepala Sekolah. Jalannya upacara lancar sampai berakhir. Ini pengalaman pertama Yunita sebagai pembina upacara.

Anak-anak berlarian. Hampir semua masuk kelas. Hampir bersamaan, mereka keluar dan ditangannya memegang bingkisan. Ada banyak siswa yang memegang seikat bunga. Mereka lelihatan bahagia menemui guru mereka, sambil memberikan bingkisan.

"Ini buat ibu. Hanya setangkai bunga mawar," kata Widia siswa kelas lima. Wajahnya sedikit bersedih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline