Lihat ke Halaman Asli

I Dewa Nyoman Sarjana

profesi guru dan juga penulis.

Guru Dikenang karena Karyanya

Diperbarui: 21 November 2023   09:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

GURU DIKENANG KARENA KARYANYA
DN Sarjana

Bulan Nopember adalah bulan bagi kalangan guru karena pada bulan ini ada dua peringatan berkaitan dengan guru yaitu HGN (Hari Guru Nasional) dan HUT PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia) yang untuk tahun ini merupakan HUT PGRI ke-78.

Berbicara tentang guru, tentu kita diingatkan kepada pendapat, keyakinan,  bahwa ..... Oleh karenya pusat-pusat pendidikan itu ada di sekolah, di rumah, di masyarakat. Jadi peran guru di sekolah secara formal, peran orang tua di rumah secara in formal dan peran masyarakat secara non formal sangatlah penting dan mesti bergandengan tangan.

Namun akhir-akhir ini, ketiga fungsi di atas sering bersinggungan, bertentangan bahkan sampai berbentrokan. Ini bisa terjadi karena pada pemahaman, ada perbedaan pandangan dan mungkin ada perlakuan yang kurang pas dari pelakunya.

Contoh konkrit yang bisa kita tonton, baca di media massa saat guru diketapel oleh orang tua, gara-gara menegur yang berbuntut kekerasan kepada anak.

Kita patut menyangkan peristiwa itu. Tapi kita juga patut menyadari, bahwa guru adalah manusia biasa. Manusia yang memiliki keterbatasan intelektual, sikap dan utamanya emosi.

Tapi kami meyakini bahwa persentase guru yang aib/alpa dalam melaksanakan tugas sangatlah kecil dibandingkan jutaan guru di Indonesia yang melaksanakan tugas dengan baik baik di perbatasan negeri dengan lautan, di gunung, di derah kumuh, maupun diperkotaan.

Pertanyaannya adakah mereka-meraka yang sudah dibuat pintar, mereka yang jadi pejabat, mereka yang jadi pengusaha, intinya mereka yang sudah sukses sengaja memberi sekedar balas jasa kepada gurunya?

Ditengah gegap gempita wacana UU Perlindungan Anak, UU Hak Asasi Manusia, Kurikulum Merdeka Belajar, Merdeka Mengajar,  justru guru merasa berada dalam "penjara intelektual"

Teori-teori yang membahana dalam penanganan anak seperti segi tiga restitusi, coutching, pendekatan humanistik kolaboratif diyakini sangat bagus. Tapi ketika seorang guru dihadapkan pada problem luar biasa, pasti emosional akan muncul.

Menutup tulisan ini, suka tidak suka, mau tidak mau, bisa tidak bisa, mari kita para guru lakukan pekerjaan semaksimal mungkin. Setiap pekerjaan pasti ada resiko. Apalagi guru dibebani Mengajar, Mendidik, Melatih ratusan bahkan ribuan anak yang sudah pasti beragam karakter.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline