Lihat ke Halaman Asli

Devy Pramesti

Mahasiswa Universitas Sumatera Utara Prodi Ilmu Komunikasi

Konstruktivisme Filsafat dalam Pandangan Kesetaraan Gender

Diperbarui: 7 Januari 2023   22:04

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Filsafat adalah ilmu yang mengkaji pertanyaan-pertanyaan umum terkait berbagai macam hal yang ada dalam kehidupan kita. Filsafat sendiri terbagi menjadi beberapa era yaitu kuno/tradisional (ancient),  abad pertengahan(medieval) dan modern. Filsafat sering disebut Mother  of Science (ibu dari segala ilmu pengetahuan).

Filsafat merupakan awal dari semua ilmu dan melahirkan banyak ilmu. Walaupun filsafat disebut sebagai "ibu" dari semua ilmu, tetapi filsafat terdahulu justru mengesampingkan pandangan mengenai perempuan. Sifat feminin filsafat tidak terlihat dalam perkembangan filsafat tradisional. Bahkan saat filsafat kontemporer muncul, kaum feminis memandang filsafat kontemporer sebagai "Philosophy of Man" yang artinya filsafat adalah cara berpikir maskulin. 

Walaupun sebutan "Mother of Science" eksis pada jiwa filsafat, tetapi masih banyak filsuf yang tidak sadar akan posisi perempuan saat itu. Hal tersebut dapat dilihat dari kutipan-kutipan yang dikemukakan oleh filsuf-filsuf besar mengenai perempuan dan laki-laki, diantaranya yaitu:

1. Descartes, merupakan filsuf dan matematikawan Perancis menyatakan mengenai sebuah konsep dualis dengan slogannya yaitu “Cogito Ergo Sum” yang artinya I think Therefore I am. Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa manusia adalah makhluk dualis, karena manusia sendiri memiliki pemikiran-pemikiran spiritualitas dalam material berupa tubuhnya. Kegiatan berpikir ini diinterpretasikannya sebagai kegiatan yang dilakukan laki-laki. Mereka menganggap perempuan tidak berpikir. Jika dibawa ke dalam pembahasan budaya, maka pernyataan itu menjadi “laki-laki berpikir maka laki-laki yang ada (mengetahui)”.

2. Francis Bacon, merupakan filsuf dan politikus di kerajaan Inggris menyatakan “...yang jelas pekerjaan terbaik dan dipersembahkan kepada publik dihasilkan dari laki-laki yang tidak menikah atau tidak memiliki anak, yang sebenarnya baik secara afeksi atau penuh makna telah menikah dengan publik”. Francis beranggapan bahwa perempuan merupakan hambatan untuk seseorang dapat maju. Pernyataan ini juga membuat perempuan dianggap sebagai rintangan dalam membentuk peradaban.

3. Hume, merupakan seorang filsuf, ekonom dan sejarawan. Hume mengatakan bahwa perempuan tidak akan bisa mencapai keadilan karena ada kenyataan yang menunjukkan perempuan selalu terpinggirkan oleh masyarakat. Perempuan dianggap lemah juga bukan karena kodrat yang dimilikinya, tetapi karena situasi sosial yang harus mau tidak mau dihadapinya. Hal ini berhubungan dengan teori kontrak sosial antara laki-laki dan perempuan.

Dari pernyataan-pernyataan filsuf tersebut menunjukkan betapa rendahnya posisi perempuan pada saat itu. Bagi mereka perempuan dianggap sebagai penghambat dalam berpikir dan mencapai tujuan. Padahal, perempuan dalam kehidupan memiliki tanggung jawab dan kekuasaan yang sama juga dengan laki-laki, terutama dalam keberhasilan keluarga.

Pada tahun 1960-an awal terjadi gerakan feminisme gelombang kedua yang memiliki tujuan yaitu membebaskan perempuan dari dominasi, diskriminasi dan kesewenang-wenangan laki-laki terhadap perempuan. Saat filsafat tradisional-kontemporer masih eksis mempopulerkan pemikiran "philosophy of man" membuat banyak masyarakat yang memandang rendah perempuan. 

Bahkan hal tersebut mempengaruhi pemikiran perempuan saat itu dan menganggap bahwa status perempuan berada jauh di bawah laki-laki. Media pada masa itu juga menglorifikasikan pemikiran-pemikiran filsuf tersebut yang membuat perempuan semakin dianggap rendah. Oleh karena itu, perlu adanya perubahan cara berpikir kaum perempuan, dimana perspektif yang sering dikonstruksi oleh media maupun pihak-pihak yang berkepentingan terkait dengan kaum laki-laki yang menempatkan perempuan sebagai objek dan derajat yang rendah.

Wollstonecraft(1995) berargumen bahwa ada kesenjangan sosial antar jenis kelamin, dalam hal pendidikan serta pengalaman. Menurutnya kesenjangan ini merupakan rintangan atau penghalang dalam membentuk masyarakat modern. Baginya, tanpa adanya keadilan sosial, maka kehidupan sosial pun hilang. Wollstonecraf menuntut adanya perubahan dan transformasi dari pandangan konservatif masyarakat. Pandangan Wollstonecraft akan nilai perempuan sering direndahkan dalam novel, literatur, dan sistem edukasi selama berabad-abad. 

Pada masa tersebut juga dapat dilihat pada perbedaan perlakuan pemikiran filsuf laki-laki dengan filsuf perempuan. Simone de Beauvoir yang merupakan tokoh feminisme ternama pada abad ke-20 dan merupakan ahli filsafat asal Perancis memiliki pendapat mengenai terbelenggunya kebebasan perempuan. Sebelum dirinya menjadi seorang feminis, Simone merupakan seorang filsuf. Dalam Lianawati (2021), disebutkan bahwa Beauvoir merupakan filsuf perempuan yang selalu berada pada bayang-bayang filsuf laki-laki lainnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline