Saya adalah seorang pemuda yang terlahir di plosok kampung, jauh dari pusat perkotaan. Saya tumbuh dalam lingkungan yang sederhana, dimana sumber daya terbatas dan peluang terbatas. Namun, saya memiliki tekad dan semangat yang luar biasa untuk mencapai tujuan saya.
Saya adalah salah satu dari pemuda di kampung saya yang memiliki keberuntungan masih bisa mengejar pendidikan tinggi. Meskipun perjalanan agak terlalu jauh, untuk mengikuti kuliah adalah perjuangan yang melelahkan. Saya memahami bahwa pendidikan adalah kunci untuk membuka pintu masa depan yang lebih cerah, bukan hanya untuk saya sendiri, tetapi juga untuk kampung saya.
Saat saya udah beranjak ke semester 3, saya mulai mengamati pemuda di kampung saya. Ternyata, saya bukan satu-satunya pemuda yang terinspirasi oleh upaya saya. Beberapa pemuda lain di kampung saya juga mulai menyadari potensi mereka dan mulai mengejar pendidikan yang lebih tinggi.
Yang awalnya pemuda di kampung saya, mayoritas setelah lulus SMP lebih memilih untuk langsung bekerja. Alhamdulillah sekarang sudah mulai banyak pemuda di kampung saya yang melanjutkan ke jenjang pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), ada pula sebagian yang melanjutkan ke jenjang pendidikan sekolah tinggi.
Tak hanya itu, saya juga memutuskan untuk mendalami sejarah kampung saya. Saya mempelajari catatan-catatan tua dan berbicara dengan para sesepuh yang ada di kampung saya. Selama proses ini, saya menyadari bahwa leluhur di kampung saya telah membangun kampung ini dari awal dengan susah payah. Mereka telah memanfaatkan sumber daya alam dengan bijak dan menciptakan tradisi-tradisi yang mendalam.
Saya juga belajar tentang peran penting komunitas di kampung saya. Mereka saling membantu dalam waktu sulit dan selalu bersatu dalam menjaga kearifan lokal. Saya terpesona oleh semangat gotong royong yang ada di kampung saya.
Kemudian, saya membandingkan hidup di kampung saya dengan kehidupan di kota-kota besar. Saya menyadari bahwa di kota, orang sering kali terlalu sibuk dengan urusan pribadi dan jarang meluangkan waktu untuk berinteraksi dengan tetangga mereka. Kehidupan yang cepat dan materialistik sering kali membuat orang lupa akan nilai kebersamaan.
Setelah belajar sejarah kampung, saya merasa lebih bersyukur atas akar budayanya. Saya diarahkan untuk mempromosikan keberlanjutan lingkungan. Ceritanya tentang leluhur dan kehidupan di kampung yang harmonis menjadi sumber inspirasi bagi pemuda lain di kampung saya, yang mulai lebih menghargai kearifan lokal mereka dan merasa bangga akan asal-usul mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H