Seorang pria tengah menyemprot sekumpulan bunga mawar yang terlihat segar di depan sebuah bingkai yang berisi foto seorang wanita yang tersenyum sangat manis, seakan kesegaran sang bunga terserap ke dalam bingkai foto tersebut. Dengan telaten si pria menyemprot dan menata rapih bunga itu dengan di latari hiruk pikuk jalanan kota dari lantai 12 sebuah gedung perkantoran.
"Memangnya tidak lelah mengurus bunga terus putra ?" suara seseorang memecah keheningan ruangan milik pria tersebut.
"Eh papah bikin Putra kaget aja." Ujar pria tersebut yang ternyata bernama Putra.
"Memangnya gak mau di urus kamu Put ?" Tanya sang papah.
Sambil tersenyum putra menjawab, "Papah nih sudah bertanya hal itu 6 kali loh hari ini pah." Putra masih enggan mengalihkan fokusnya dari bunga tersebut.
"Putri papah sudah ada di tempat yang sama indahnya dengan mawar mu itu nak, apa kamu gak mau cari penganti Nayla ?" Ucap sang papah sambil ikut memandangi foto gadis yang ternyata bernama Nayla itu.
"Pernikahan ini memang karena perjodohan pah, tapi 3 tahun bukan waktu yang sedikit aku bersama Nayla putri papah sudah benar-benar membuat Putra jatuh pada setiap jengkal pesonanya." Ucap Putra menerawang jauh ke depan langit di hadapannya.
"Papah tahu nak, sangat tahu papah juga butuh waktu banyak untuk mengikhlaskan kepergian putri satu-satunya yang papah miliki, tapi ini sudah berlalu 2 tahun dari kepergian Nayla papah yakin Nayla juga memiliki keinginan yang sama dengan papah." Jelas sang papah sambil menatap Putra.
"Putra tahu pah apa yang papah mau, tapi Putra masih butuh waktu biarkan sesuatu seindah Nayla hadir tanpa tuntutan siapa pun dan Putra ingin siapa pun wanita itu mampu menyayangi papah juga." Ucap Putra sambil meyakinkan papah.
"Papah memang tidak salah menganggap kamu anak papah Putra." Ucap papah.
Setelah percakapan itu Putra kembali melanjutkan pekerjaannya, siang ini Putra harus menghadiri rapat yang tidak terlalu formal di cafe rose. Panas tidak terlalu terik Putra memutuskan berjalan kaki ke cafe tersebut.
"Selamat siang pak mau pesan apa ?" Tanya seorang pelayan perempuan kepada Putra.
"Saya pesen coklat panas aja tapi jangan di tambah gula." Ucap Putra, memang sejak bersama dengan Nayla banyak kebiasaan buruk Putra yang berubah dan ya salah satunya adalah mengganti kopi dengan coklat panas.
Rapat pun di mulai mereka membicarakan banyak hal seputar bisnis dan kerjasama. Putra sesekali menyeruput coklat panas pesanannya, anehnya rasa coklat ini sangat nyaman di lidah Putra bukannya menyamakan memang rasanya mirip dengan buatan Nayla. Rapat berjalan dengan sangat lancar, selesai rapat Putra tidak langsung pulang tetapi memperhatikan seorang gadis yang tengah sibuk melayani banyak pelanggan. Ya gadis itu yang tadi membuatkannya coklat panas, aneh Putra malah menampilkan sebuah senyum kecil sebelum meninggalkan cafe tersebut.
Rania Kinara, seorang gadis sederhana yang sehari-hari sibuk mengurus cafe peninggalan sang ibu sebelum meninggal dalam sebuah kecelakaan tunggal. Akibat hal itu menimbulkan banyak trauma dalam memori Rania, bahkan tak ada semalam pun Rania mampu tidur dengan tenang, jadi terbangun tengah malam sudah biasa untuk Rania. Ayahnya ? bahkan namanya pun Rania tak tahu.
Ketika membersihkan sebuah meja yang tadi di booking untuk rapat Rania menemukan sebuah note bertuliskan, "saya pesan 20 coklat panas untuk besok" beserta sebuah kartu nama bertuliskan Putra Faresta dari Faresta Group. Rania tersenyum karena setiap nikmat yang kita dapat sekecil apa pun harus di syukuri bukan, "Alhamdulillah, tapi jam berapa ya ? nanti deh aku chat orangnya." Ucap Rania sambil kembali membersihkan meja.
Pukul 8 malam Rania menyiapkan telfonnya untuk mengabari Putra, untuk menanyakan jam pengantaran pesanan ke perusahaan milik Putra. "Chat aja kali ya." Rania berfikir-fikir sejenak.
Rania :
Selamat malam pak putra saya dari cafe rose ingin mengkonfirmasi jam berapa untuk pengantaran 20 coklat panas nya ?
Putra :
Jam 7 pagi, tapi ke komplek Jati Indah
Rania :
Maaf pak ini untuk acara apa ?
Putra :
Lamaran, jangan banyak tanya antar saja
Setelah jawaban ketus yang Rania dapat dia akhirnya menghentikkan rasa penasarannya, Rania memutuskan melanjutkan tidurnya agar besok bisa bangun lebih pagi mempersiapkan semua kebutuhan pesanannya.
Terik matahari pagi menerpa wajah halus Rania, kini dia sudah berada di depan kediaman seorang Putra Faresta. Rania memakai pakaian gaun putih selutut dengan aksen bunga-bunga di tiap sudutnya dengan paduan tali pinggang berwarna coklat muda. Senyum tergambar di wajah Rania karena dia tau keluarga Faresta termasuk paling ramah dan murni kebaikannya di kalangan orang kaya lainnya.
"Nona Rania Kinara ?" Tanya seorang berseragam yang sepertinya adalah pelayan disana.
"Iya saya, wah pasti sudah di tunggu ya maaf saya agak kesiangan." Sahut Rania merasa tidak enak karena memang dia terlambat 5 menit dari waktu seharusnya.
"Semua memang sudah menunggu, silahkan nona saya antar." Ucap pelayan tersebut meminta Rania memasuki rumah megah tersebut.
Awalya Rania ingin menolak dan hanya mengantarkan pesanan coklatnya, namun pelayan itu tidak menggubris justru malah mengarahkan Rania masuk lebih jauh ke kediaman Faresta. Sampai di tengah taman keluarga Faresta, Rania di minta untuk menyajikan minuman coklat tersebut ke tengah keluarga Faresta. Dengan cekatan Rania menyajikannya, semua menyeruput minuman tersebut dan terlihat terkejut sekaligus kagum dengan minuman yang baru saja mereka minum.
"Ini buatan kamu gadis cantik ?" Tanya Lidia bibi dari Putra.
"I-iya buatan saya, resep dari mamah." Ucap Rania merasa sedikit canggung.
"Mamah mu yang buat ?" Tanya Papah.
"Iya pak mamah saya yang membuat resep ini." Ucap Rania.
Benar dugaan papah dari Nayla bahwa ini adalah persis minuman coklat racikan istrinya. Memang papah Nayla dengan mamahnya sudah lama bercerai bahkan mereka terputus kontak sejak usia Nayla dan Rania masih 10 dan 5 tahun. Mamah mereka membawa Rania bersamanya dan membiarkan Nayla menetap dengan papanya, sejak itulah Nayla terbiasa meracik minuman khas mamahnya untuk sang papah dan turun dia membuat racikan itu untuk Putra agar berhenti minum kopi.
"Saya setuju, tolong jaga putri saya dengan baik ya." Ucap sang Papah.
"Putri ?" Tanya Rania terkejut.
Tidak menjawab tapi papah langsung memeluk Rani karena tidak bisa menahan rindu yang mendalam pada putri kecilnya. "ya maafkan papah terlambat nak." Ucap sang papah dengan nada penuh penyesalan.
Akhirnya bapak dan anak itu saling terbuka satu sama lain. Menceritakan semua perjalanan dan kejadian yang terjadi dari kecelakaan mamahnya sampai penyakit kanker yang merenggut Nayla. Putra juga berusaha membuat Rania percaya kepadanya, sampai akhirnya Rania menyetujui semua ucapan Putra.
"Rania Kinara bersediakah kau menikah dengan ku ?" Pertanyaan lantang yang Putra berikan kepada Rania di tengah keluarga besar Faresta sambil berlutut.
"Iya aku bersedia." Jawab Rania dengan haru dan senyum yang mengembang.
Jawaban Rania membawa banyak perubahan besar di hidupnya. Mulai dari traumanya yang perlahan memudar berkat lelaki hebat yang kini menemani di setiap langkah Rania, keluarga hangat seorang ayah dan seorang suami yang hebat ada untuknya. Kehidupannya sangatlah berjalan sempurna bagai sebuah mimpi, semua perkataan Putra memang menjadi kenyataan sudah genap 4 Tahun mereka menikah dan Putra memang benar-benar jatuh pada pesona seorang Rania tanpa ada bayang-bayang Nayla di dalamnya. Dan semakin lengkap dengan kehadiran janin kecil di dalam perut Rania.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H