Apa yang ada dibenak anda ketika mendengar kalimat full day school?
Di Indonesia sistem full day school sudah diberlakukan sejak tahun 2017 tepatnya pada bulan juli. Kebijakan ini diberlakukan untuk tingkat SD sampai SMA. Namun, kebijakan ini hanya diterapkan kepada sekolah yang sudah mempersiapkan secara matang. Ada sekitar 1000 sekolah sudah ikut menerapkan sistem full day school. Awalnya, banyak pihak yang tidak setuju dengan kebijakan ini karena kurangnya waktu istirahat siswa. Namun, ada juga pihak yang setuju terhadap kebijakan ini karena sederet manfaat.
Full day school, yaitu proses pembelajaran yang berlangsung selama 8 jam per hari dari hari senin sampai hari jumat. Di mulai pukul 07.00-15.00 WIB. Sistem full day school ini menjadwalkan kegiatan belajar mengajar (KBM) dipadatkan 5 hari penuh sehingga tidak perlu lagi sekolah di hari sabtu. Kebijakan ini membuat para siswa lebih banyak menghabiskan waktu di sekolah, ketimbang dirumah.
Namun, penerapan full day school ini membuat para siswa mengeluh. Pasalnya, guru masih memberikan tugas yang berlebihan. Hampir 30% guru memberikan tugas yang berlebihan di bidang mata pelajaran yang berbeda-beda, dengan deatline pengumpulan yang hampir bersamaan. Belum lagi dengan adanya tugas praktek atau tugas kelompok.
Lalu, kapan kita memiliki waktu untuk beristirahat?
Menurut Kepala Bidang Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan Pulang Pisau Sriaji menegaskan, bagi sekolah yang sudah menerapkan sistem full day school tidak diperbolehkan memberikan tugas tambahan atau pekerjaan rumah (PR) kepada siswa. Guru boleh saja memberikan tugas tambahan kepada siswa, asal dalam batas wajar. Jika dalam satu hari terdapat 6 mata pelajaran dan setiap mata pelajaran diberikan tugas maka siswa tidak dapat menyelesaikan tugas dengan tepat waktu. Banyak orang tua yang berkomentar terkait masalah ini.
Orang tua beranggapan bahwa anak sudah pulang sore dan malamnya masih harus mengerjakan tugas yang belum selesai. Sehingga anak tidak memiliki waktu istirahat yang maksimal. Di sisi lain hal ini dapat membawa dampak pada kesehatan siswa. Pasalnya, tugas yang menumpuk bisa menggangu waktu istirahat siswa dan siswa jadi rentan sakit karena kelelahan.
Tidak hanya itu, kesehatan mental siswa juga sering terganggu. Anak usia sekolah menengah atas (SMA) merupakan kelompok yang paling berisiko tinggi mengalami masalah-masalah psikologis. Karena banyaknya tugas yang dipikul oleh para siswa, membuat siswa merasa bingung. Banyak keluhan yang dirasakan oleh para siswa, seperti mengalami rasa tertekan (depresi), mood atau suasana hati bisa berubah sangat cepat.
Dengan demikian, tugas tambahan boleh saja diberikan kepada siswa dengan batas yang wajar. Tugas tambahan itu juga penting untuk siswa, agar siswa mendapatkan nilai tambahan. Tetapi perlu di ingat bahwa siswa juga harus mengerjakan tugas secara tepat waktu, agar nantinya tidak menjadi beban siswa itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H