Lihat ke Halaman Asli

Upaya Mengurangi Food Waste di Indonesia dengan Penerapan Budaya Mottainai

Diperbarui: 30 Mei 2024   22:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Permasalahan lingkungan hidup merupakan suatu permasalahan global yang kompleks dan mendesak karena dampak yang ditimbulkan dari permasalahan ini dapat mempengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan manusia, mulai dari kesehatan, ekonomi, hingga kelestarian alam dan ekosistem. Salah satu permasalahan lingkungan yang sedang terjadi di Indonesia dan banyak dibicarakan oleh masyarakat saat ini adalah food waste atau limbah makanan.

Food waste mengacu pada makanan yang memiliki kualitas baik dan layak untuk dikonsumsi, tetapi tidak dikonsumsi dan dibuang karena berbagai alasan, seperti kurangnya penerapan Good Handling Practice (GHP), kualitas penyimpanan yang tidak memadai, standar kualitas pasar dan preferensi konsumen, kurangnya informasi/edukasi untuk penyedia layanan makanan dan konsumen, serta perilaku konsumen yang memesan makanan dengan porsi yang berlebihan.

Masalah food waste menjadi isu yang cukup serius dan ramai diperbincangkan karena Indonesia diklaim sebagai salah satu negara penghasil food waste terbesar di dunia, dan diperkirakan mencapai 300 kg/kapita/tahun. Jumlah yang besar tersebut menimbulkan kekhawatiran pada masyarakat terkait dampak yang ditimbulkannya, hal ini karena food waste tidak hanya merugikan lingkungan saja tetapi juga ekonomi dan sosial masyarakat.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bappenas yang bekerja sama dengan Waste4Change dan World Resource Institute, food waste memberikan dampak yang cukup besar terhadap pemanasan global akibat emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkannya. Total emisi terkait food waste pada tahun 2000 - 2019 (20 tahun) diperkirakan mencapai 1.702,9 Mt CO2 eq, dengan kontribusi rata-rata per tahun sebesar 7,29% dari emisi GRK di Indonesia.

Food waste tidak hanya berdampak kepada lingkungan saja, tetapi juga menimbulkan kerugian ekonomi di Indonesia. Pada kisaran tahun 2000 hingga 2019, Indonesia mengalami kerugian sekitar Rp 213-551 triliun/tahun atau setara dengan 4-5% dari PDB Indonesia. Komoditas pangan yang mengalami kerugian paling tinggi adalah sektor serealia, namun proporsi serealia yang terbuang dengan yang dikonsumsi lebih rendah, karena sektor ini memiliki proses pengolahan yang efisien. 

Sementara itu, pada sektor hortikultura, terutama sayuran, mengalami kerugian yang hampir sama dengan sektor serealia, tetapi proporsi sayuran yang terbuang sangat tinggi daripada sayuran yang dikonsumsi, hal ini karena efisiensi pengolahan pada sektor ini masih kurang baik.

Selain itu, food waste juga berhubungan dengan ketidakadilan sosial dalam masyarakat, di mana jumlah food waste yang dihasilkan secara global mampu untuk memberi makan orang yang menderita kekurangan gizi. Di Indonesia sendiri, jumlah nutrisi yang hilang akibat food waste mencapai 618-989 kkal/kapita/hari atau setara dengan energi yang dibutuhkan oleh hampir 61-125 juta penduduk Indonesia (29-47% dari populasi Indonesia). Hal ini menandakan bahwa 62-100% dari populasi yang kekurangan nutrisi tersebut dapat diberi makan dengan food waste yang masih bisa dimanfaatkan.

Melihat dari dampak yang ditimbulkan oleh food waste, diperlukan adanya sebuah upaya untuk mengatasi permasalahan ini. Salah satu upaya yang dapat dilakukan ialah dengan penerapan budaya mottainai. Konsep mottainai dikenal secara global berkat seorang aktivis lingkungan asal Kenya yang memenangkan Hadiah Nobel Perdamaian pada tahun 2004, yakni Wangari Maathai. Ia memperkenalkan konsep mottainai sebagai slogan untuk mempromosikan perlindungan lingkungan pada sebuah sesi di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Istilah ini, menurutnya, secara sempurna telah merangkum semangat 3R (reduce, reuse, recycle) karena konsep ini menanamkan rasa hormat dan rasa syukur terhadap alam dan sumber daya yang ada dengan pendekatan yang sama dengan 3R.

Mottainai (もったいない) adalah sebuah kata dari bahasa jepang yang dapat diartikan sebagai “Sayang sekali” atau “Jangan boros”. Kata ini digunakan orang Jepang untuk mengekspresikan rasa khawatir atau menyesal karena tidak mempergunakan sesuatu dengan baik sehingga terbuang secara sia-sia. Sesuatu tersebut dapat berupa waktu, usaha, perbuatan, ucapan, dan apa pun yang menurut mereka berharga.

Mottainai merupakan salah satu konsep budaya yang penting di Jepang. Kata mottainai sendiri adalah sebuah kata sifat yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari dan sering digunakan oleh para orang tua di Jepang untuk memotivasi anak-anak mereka agar tidak menyisakan sebutir nasi pun di dalam mangkuk mereka. Pada intinya, mottainai mengajarkan kita untuk menghargai dan memanfaatkan segala sesuatu dengan bijak, menghindari pemborosan dalam segala bentuk.

Budaya mottainai ini dapat menginspirasi seseorang untuk menghindari pemborosan dan mengurangi pembuangan makanan secara sia-sia. Jika diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, konsep ini dapat berkontribusi signifikan dalam mengatasi masalah limbah makanan yang sedang dihadapi oleh Indonesia. Adapun terdapat lima praktik budaya mottainai yang dilakukan oleh masyarakat Jepang yang dapat diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari oleh masyarakat Indonesia untuk mengurangi food waste ialah:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline