Lihat ke Halaman Asli

Devira Sari

Psikolog Klinis

Rezeki Tak akan Tertukar

Diperbarui: 6 April 2020   08:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Aku mau cari (jodoh) orang Minang atau orang Jawa. Rejekinya bagus..." 

Begitu kata teman saya di suatu sore. Saya hanya mengangguk saja mendengarkannya begitu bercerita dengan antusias. "...soalnya orang Minang pinter berbisnis. Kalau orang Jawa itu pekerja keras," lanjutnya dengan yakin. 

Koq mulai rasis nih? Memangnya suku lain rejekinya kurang bagus gitu? Sepertinya dia belum tahu kalau orang Batak hebat dalam mengelola kebun berhektar-hektar, yang hasilnya bisa untuk biaya hidup tujuh turunan. Atau orang Bugis yang terkenal kaya dengan emasnya melimpah ruah .

Saya memang pernah membaca mengenai stereotip suku-suku di Indonesia. Namun, saya kurang setuju jika karakteristik suku yang melekat itu menjadi penentu rejeki. 

Karena rejeki tiap-tiap manusia sudah dijamin sedemikian rupa. Rejeki itu sama seperti hidup, mati dan jodoh, merupakan takdir yang tidak dapat dihindari atau dimanipulasi. Tinggal bagaimana mengusahakannya saja. Jadi, tidak ada hubungannya dengan suku.

Saya pernah mendengarkan suatu ceramah agama (saya lupa dari ustadz yang mana), dikatakan bahwa rejeki diambil dengan cara apapun, diusahakan sekeras apapun, hasilnya akan sama saja. 

Maksudnya, bahwa rejeki itu sudah ada takarannya atau porsinya untuk masing-masing orang. Ada yang diberikan rejeki lebih banyak karena kemampuannya juga lebih besar. Jadi, jika ada orang yang rejeki sejumlah 5, maka yang akan didapatkannya 5. Orang yang rejekinya 9, maka yang akan didapatkannya 9.

Apakah ada yang rejekinya 5 tapi mendapatkan 7? Ada. Apakah ada yang rejekinya 9 tapi mendapatkan 7? Ada juga. Yang rejekinya 5 tapi mendapatkan 7 itu, ada 2 yang bukan menjadi haknya. 

Maka yang 2 itu dapat menjadi mudharat. Misalnya diberikan penyakit berat sehingga harus mengeluarkan yang 2 itu, atau bisa jadi kehilangan harta benda. Pada akhirnya jumlah rejeki yang ia miliki ya sejumlah 5 itu saja. 

Lalu bagaimana dengan yang rejekinya 9 tapi hanya mendapatkan 7? Nah, sebenarnya ada rejeki lain yang mungkin tidak disadarinya, misalnya terhindar dari mara bahaya, atau anak-anaknya mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan sekolah tinggi secara gratis.

Jadi apa yang membedakannya kondisi tersebut? Jawabannya adalah keberkahannya. Ada orang yang kaya raya dan berjabatan tinggi, namun kerjaannya mengambil yang bukan haknya. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline