Platform digital belakangan ini diramaikan oleh perbincangan mengenai aplikasi baru yang tidak lain dan tidak bukan adalah Clubhouse.
Aplikasi ini menjadi viral karena dijagokan oleh Elon Musk -- pengusaha teknologi yang sangat terkenal. Tak lama setelah Elon Musk mengenalkan aplikasi ini kepada dunia, Clubhouse pun menjadi trending topic di Twitter. Di beberapa platform lain seperti Instagram dan Tiktok, Clubhouse juga banyak dibicarakan.
Apa sih Clubhouse itu?
Clubhouse merupakan aplikasi berbasis audio yang mengizinkan para penggunanya untuk bincang-bincang pada suatu ruang konferensi. Dalam satu ruang, terdapat moderator dan pendengar. Anda dapat mendengarkan atau ikut terlibat dalam obrolan, diskusi, dan sharing terkait satu topik tertentu. Topiknya dapat dipilih sesuai dengan minat Anda. Misalnya tentang bisnis, saham, teknologi, kesehatan, dan lainnya.
Namun, obrolan dalam ruang konferensi hanya dapat dinikmati secara live atau langsung karena setelah obrolan selesai dan ruangan ditutup, maka tidak dapat didengar kembali.
Untuk menjadi bagian dari Clubhouse, Anda harus merupakan seorang penggunna Iphone atau IOS dan juga telah mendapatkan undangan dari pengguna Clubhouse yang sudah ada. Sayangnya, setiap pengguna Clubhouse hanya diberikan kesempatan untuk mengundang orang sebanyak dua kali saja pada awalnya.
Tidak dapat dipungkiri bahwa netizen Indonesia khususnya pengguna IOS berbondong-bondong untuk ikut menggunakan platform viral tersebut dan membentuk sebuah budaya digital. Apakah Anda salah satunya? Mengapa begitu? Apa yang membuat aplikasi ini begitu menarik perhatian kita? Pertanyaan ini dapat terjawab melalui salah satu elemen dari Circuit of Culture yaitu representasi.
Mengenal Elemen Representasi dalam Circuit of Culture
Stuart Hall mengemukakan konsep circuit of culture atau sirkuit budaya sebagai sebuah proses kultural. Di dalam sirkuit budaya, terdapat lima elemen yang saling bertautan yaitu, representasi, regulasi, produksi, konsumsi, dan identitas.
Elemen representasi merupakan elemen utama dari konsep sirkuit budaya. Elemen ini menjelaskan adanya pembentukan makna melalui bahasa. Secara sederhana, semua yang ktia lakukan dapat membentuk makna pada masing-masing individu yang kemudian bisa kita terjemahkan melalui bahasa yang dapat merepresentasikan sesuatu (Junifer, 2016)