Lihat ke Halaman Asli

AADC 2 dan Kita yang Pernah Remaja

Diperbarui: 6 Mei 2016   15:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hiburan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Masih ingat ketika pertama kali menonton film remaja bersama teman se-geng sepulang sekolah? Lalu, kita merasa seolah-olah pernah mengalami cerita yang serupa dengan pemeran yang ada di film tersebut? Kalau dua pertanyaan tersebut jawabannya, ya, maka selamat bernostalgia, wahai para remaja awal tahun 2000. Salah satu yang mengalaminya adalah saya sendiri. Saya masih ingat momen-momen mengantri di bioskop saat premier film Ada Apa Dengan Cinta (AADC) bersama teman satu geng di sekolah. Rasanya bagai menjadi anak gaul di kalangan ABG (Anak Baru Gede) kala itu. Kemudian, puisi AKU karya Chairil Anwar menjadi topik populer yang diperbincangkan di kalangan remaja. Bahkan, banyak yang sampai hafal seluruh baitnya hingga dijadikan bahan untuk musikalisasi puisi. Ekstrakurikuler majalah dinding (mading) dan basket yang sudah banyak peminatnya dari dahulu, kini menjadi tambah bergengsi. Baju pas di badan, rok pendek di atas lutut, kaus kaki panjang sampai pangkal betis, dan sepatu pantofel menjadi gaya busana paling nge-hits saat itu. Pokoknya, gak gaul deh kalau tampilannya gak seperti geng AADC, gak ikutan ekstrakurikuler mading, suka puisi, dan punya pacar pemain basket. Masa-masa remaja yang terindah tak bisa terulang, kalau kata Melly Goeslaw.

AADC 1 : Persahabatan dan Kisah Cinta yang Belum Usai

Saat itu, tahun 2000-an, tidak banyak beredar film Indonesia yang berkualitas dari segi cerita. Kebanyakan film Indonesia, ber-genre horor atau drama ala sinetron. Pada saat Mira Lesmana mulai menggarap film remaja bertema cinta dan persahabatan, masyarakat pun seakan mendapatkan jawaban atas kehausan akan film Indonesia yang berkualitas. Dimulai dari Petualangan Sherina yang menyasar penonton anak-anak hingga remaja awal, lalu dilanjutkan dengan AADC yang sukses mencuri perhatian para remaja hingga dewasa. Bahkan, AADC menjadi kiblat pergaulan saat itu. Saya ingat, teman-teman saya (dan mungkin saya juga) menjadi puitis dan banyak kisah cinta yang dimulai dari puisi. Kenangan yang membuat saya terkikik saat mengingatnya. Dari AADC-lah, geliat perfilman Indonesia kian berkibar. Para penonton pun kerap kali memadati antrian film Indonesia. Sebut saja Eiffle I’m In Love, Dealova, Me vs The World, dan lain-lain.

Kalau kita ingat kembali film AADC 1, Cinta bersama gengnya dengan konflik didalamnya serta kisah cinta beda kutub, cewek gaul ibukota dengan cowok pendiam yang suka sastra, menghadirkan alur cerita yang natural khas remaja SMA. Gaya populernya Cinta, ceriwisnya Maura, tomboynya Karmen, apa adanya Milly, hingga dewasanya Alya tergambar demikian menyatu dengan kehidupan kita sehari-hari, pada saat itu. Sejujurnya, saat menonton AADC 1, emosi saya dibawa ke dalam setiap alur ceritanya. Saya yakin, kita semua ketika remaja pernah mengalami perasaan berbunga-bunga seperti yang dialami Cinta saat kasmaran bersama Rangga dan berusaha menghindar dari teman-temannya. Walau tidak paralel seperti cerita AADC, yaitu adanya situasi yang menjadi pelik karena Alya mengalami depresi akibat percobaan bunuh diri yang dilakukannya. Cinta yang sebelumnya ditelepon oleh Alya untuk menemani Alya pun merasa bersalah. Akibat keputusannya untuk berkencan dengan Rangga, dia jadi mengesampingkan sahabat yang saat itu membutuhkannya. Akhirnya, Cinta marah pada diri sendiri dan melampiaskannya kepada Rangga yang tidak tahu duduk persoalan. Saat itu, Rangga marah dan berjanji tidak akan menemui Cinta. Ia yang memang akan pindah ke New York pun mengurungkan niat untuk berpisah dengan Cinta secara langsung. Ia menuliskan perpisahan dan kejujuran akan perasaannya dalam sebuah puisi. Waktu pun semakin mendekati keberangkatan ke New York. Rangga menjadi gundah gulana. Cinta yang akhirnya menyadari bahwa gengsi tidak akan menyelesaikan masalah, berusaha menyusul Rangga ke bandara. Adegan kejar-mengajar antara waktu dan kesempatan pun dimulai. Beruntung, Cinta sempat bertemu Rangga sebelum pesawat boarding dan mengungkapkan kejujuran akan perasaan cintanya kepada Rangga. Dan, akhir AADC 1 diwarnai dengan tangis bahagia walau diasumsikan kisah cinta Rangga dan Cinta akan berlanjut pada hubungan jarak jauh.

Apakah kisah cinta mereka akan bertahan atau hanya dianggap sebagai cinta monyet yang kandas seiring bertambah dewasanya mereka? Itulah hal menarik dari AADC 1. Kita didorong untuk menjawab sendiri sesuai imajinasi masing-masing.

AADC 2: Saat Cinta dan Persahabatan Kian Mendewasakan

Pertanyaan akan kelanjutan kisah cinta Rangga dan Cinta terjawab di sekuel AADC 2. Walau sebenarnya AADC 2 ini tidak direncanakan dibuat pada saat produksi AADC 1, namun untuk memenuhi permintaan penikmat kenangan, seperti saya dan kita mungkin, maka kisah geng cinta pun dilanjutkan. Terbukti, penayangan perdana AADC 2 yang menyedot perhatian lebih dari 200.000 penonton. Bahkan, antrian penonton AADC di salah satu bioskop di Bogor, dari hari pertama hingga keempat masih panjang. Sampai-sampai XXI menambah 1 studio tambahan sehingga total studio yang menayangkan AADC bejumlah 3 studio. WOW! Seingat saya tidak ada film Indonesia yang menembus rekor seperti ini.

Saya sebagai ABG tahun 2000-an pun merasa terpanggil untuk menikmati kenangan AADC. Pada adegan-adegan awal, saya merasa cukup terkejut dengan pembukaannya. 14 tahun berpisah pasti memberikan perbedaan yang signifikan. Demikian dengan para karakter geng Cinta di AADC 2 yang diceritakan sudah mapan dalam kehidupan pribadi masing-masing. Cinta yang sudah dilamar oleh Trian dan akan menikah, Maura yang sudah punya empat anak, Milly dan Mamet yang menjadi pasutri, Karmen yang baru keluar panti rehabilitasi, dan Alya yang ternyata diceritakan meninggal karena kecelakaan. Saya cukup kaget dengan tidak adanya Alya dalam geng Cinta ini, karena di AADC 1, tokoh Alya-lah yang memberikan kekuatan pada cerita, salah satunya saat Alya mencoba bunuh diri dan Cinta malah berkencan dengan Rangga. Saya pun berspekulasi, untuk membentuk alur cerita yang cantik pada AADC 2, maka setidaknya ada dua hal yang mungkin akan menjadi akhir cerita ini. Pertama, Cinta jadi menikah dengan Trian walau Cinta masih ada sedikit perasaan dengan Rangga (mungkin akan mirip lagunya MLTR : 20 Minutes) atau kedua, Cinta tidak jadi menikah dengan Trian dan memilih Rangga kembali. Mari kita lihat, mana yang benar.

Alur cerita pun berjalan maju. Mengambil latar liburan ke Yogyakarta karena sudah lama tidak berkumpul satu geng lengkap, mereka pun menyusun rencana dengan matang. Di sisi lain, Rangga didatangi oleh adik tirinya ke kafe tempat ia bekerja untuk meminta Rangga agar menemui ibunya yang tinggal di Yogyakarta. Di sinilah kebetulan itu akan terjadi. Kebetulan yang menurut saya jadi menimbulkan pertanyaan. Apa alasan kuat Rangga akhirnya mau menemui ibunya setelah 25 tahun tidak bertemu? Apakah dengan adik tirinya menemui Rangga, maka Rangga menjadi luluh hatinya untuk menemui ibunya? Tanpa ada penjelasan bahwa ada kejadian darurat, misalnya sakit keras dan diprediksi usianya tidak lama lagi, sehingga Rangga harus menemui ibunya secepatnya. Hal ini ganjil menurut saya. Kemudian, ketika di Yogyakarta, Karmen dan Milly tidak sengaja melihat Rangga ada di Yogyakarta juga. Hal ini membuat Karmen ingin menemui Rangga untuk mendorong Rangga menjelaskan hal-hal yang masih menggantung terhadap hubungannya dengan Cinta. Diceritakan juga, sebelumnya Cinta mendapatkan surat dari Rangga yang menjelaskan bahwa Rangga ingin mereka berpisah karena ia sadar tidak bisa membahagiakan Cinta. Setelah melalui perdebatan dan diskusi di dalam geng, akhirnya Cinta mau juga bertemu dengan Rangga.

Pertemuan di awali dengan penjelasan tentang sudut pandang Cinta tentang surat dari Rangga. Percakapan yang paling diingat oleh sebagian besar penonton adalah ketika Cinta mengucapkan : Rangga, apa yang kamu lakukan ke saya itu, JAHAT! Nah, mulai dari sinilah, mereka saling menjelaskan duduk persoalan hubungan mereka. Hal yang konsisten terlihat dari AADC 1 dan 2 adalah masih adanya gengsi antara Cinta dan Rangga untuk saling terbuka satu sama lain. Kalau saya perhatikan sih, ada yang disembunyikan dalam hubungan pacaran mereka. Betul bahwa mereka saling mengungkapkan sayang dengan tindakan dan ucapan. Namun, hal mendasar seperti definisi kasih sayang dan bahagia sebagai pasangan belum terasa dalam hubungan mereka. Masih ada asumsi di antara mereka. Hal ini tergambar dari percakapan antara Rangga dan Cinta tentang pesan dari ayahnya Cinta, saat Cinta sekeluarga liburan ke New York, bahwa kalau sudah lulus kuliah, cepat pulang ke Jakarta, dan cari kerja di Jakarta agar Cinta tidak kelamaan menunggu. 

Nah, secara logika, kalau memang Rangga benar-benar serius dengan Cinta, maka seharusnya, Rangga termotivasi untuk menyelesaikan kuliahnya, membuktikan kemandiriannya secara materi, dan memberikan kepastian cintanya kepada Cinta. Hal ini tidak dilakukan oleh Rangga karena Rangga kemudian menjelaskan bahwa kuliahnya malah berantakan dan ia memutuskan untuk main aman : berpisah dengan Cinta karena ia merasa tidak akan bisa membahagiakannya. Rangga pun masih berasumsi bahwa Cinta ingin lelaki yang kaya secara materi, bukan seperti dirinya yang hanya jago bikin puisi. Well, hal itulah yang luput dari kejujuran Rangga kepada Cinta. 14 tahun pacaran, koq belum jujur ya satu sama lain? Agak ganjil kalau menurut saya. Kalau saja Rangga jujur dari awal, tidak berasumsi, dan tidak menilai Cinta hanya dari gaya hidupnya, mungkin alur ceritanya bisa lebih kaya dan dalam serta lebih filosofis, menyambungkannya dengan puisi Rangga yang puitis sehingga karakter Rangga tergambar dalam sosok lelaki mandiri, pantang menyerah, berpendirian kuat, serta puitis.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline