Lihat ke Halaman Asli

Tugas Individu 2_15_Devina Dwi Haryanto

Diperbarui: 17 Agustus 2018   18:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Vaksinasi atau imunisasi adalah pemberian bibit penyakit yang telah dilemahkan kepada tubuh supaya tubuh menjadi kebal terhadap penyakit tersebut.1 Gangguan spektrum autisme (ASD) adalah gangguan perkembangan yang disebabkan oleh perbedaan dalam cara fungsi otak. Orang dengan ASD dapat berkomunikasi, berinteraksi, berperilaku, dan belajar dengan cara yang berbeda. Menurut CDC, 1 dari tiap 68 anak di Amerika Serikat mengidap ASD.2 Umumnya sejak anak-anak sejak balita sudah diberikan vaksin. Dan apabila mendengar kata vaksin, tidak sedikit masyarakat yang masih beranggapan bahwa autisme disebabkan oleh vaksin dan banyak kabar yang tidak jelas kebenaran dan asal-usulnya. Hal ini berbahaya, karena dapat menyebabkan orang menjadi anti-vaksin (tidak mau mengikuti imunisasi dan atau tidak memperbolehkan anaknya diimunisasi). Dampaknya, penyakit yang seharusnya dapat dicegah malah mewabah lantaran ada yang tidak mengikuti vaksinasi.

Awal mula kasus ini adalah karena sebuah artikel ilmiah yang dipublikasikan oleh Andrew Wakefield pada tahun 1998 dengan hipotesis bahwa vaksin measles, mumps, and rubella (MMR) menyebabkan inflamasi pada usus sehingga protein berbahaya dapat masuk ke aliran darah dan konsekuensinya menyebabkan autisme. Dia mendukung hipotesisnya dengan mendeskripsikan 12 anak yang mendapat gangguan perkembangan dan 8 diantaranya terkena autisme. Semua anak memiliki komplikasi usus dan menjadi autis dalam jangka waktu 1 bulan setelah menerima vaksi MMR.3

Namun dalam artikel tersebut terdapat hal yang tidak sesuai. Yang pertama, riset dilakukan di Inggris dan sekitar 90% anak mendapat vaksinasi MMR. Pada saat itu juga di Inggris sedang banyak anak yang didiagnosa memiliki autisme. Kesalahannya adalah studi tidak dilakukan dengan membandingkan anak yang divaksin dan tidak divaksin. Yang kedua, klain bahwa autisme adalah sebab dari inflamasi usus. Kesalahannya adalah gejala diobservasi setelah terlihat gejala autisme, bukan sebelum autisme. Sehingga tidak ada hubungan yang dapat ditarik kesimpulan antara autisme dan vaksin. Pada akhirnya artikel tersebut ditarik karena tidak terbukti kebenarannya.3

Faktanya memang autisme tidak terhubung dengan vaksinasi. TIdak satupun artikel ilmiah yang menyebutkan hal itu. Salah satu buktinya adalah studi yang dilakukan dengan sampel 100.000 adik kandung yang menerima vaksin dan tidak menerima vaksin MMR ketika kakak kandungnya mendapat diagnosa autisme. Untuk anak dengan atau tanpa kakak kandung dengan autisme, tidak ada perbedaan resiko relatif terkena autisme antara menerima MMR, 1 dosis MMR, ataupun 2 dosis MMR. Kesimpulannya adalah bahwa vaksin MMR tidak ada hubungannya dengan kenaikan resiko terkena autisme walaupun kepada anak yang memiliki kakak kandung autis (sebelumnya diduga memiliki resiko lebih tinggi).4

Lalu apakah yang  sebenarnya menyebabkan autisme?
Hingga saat ini pun belum ditemukan penyebab pasti dari autisme. Autisme merupakan kondisi kompleks dan dapat terjadi karena faktor genetik, faktor lingkungan, dan faktor lainnya. Kebanyakan peneliti setuju bahwa  suatu gen spesifik yang didapatkan seorang anak dari orang tuanya dapat membuat mereka lebih rentan terhadap autisme. Ada banyak kasus-kasus autisme yang terdapat di dalam 1 keluarga. Sebagian juga percaya bahwa anak yang terlahir dengan kerentanan genetik terhadap autisme hanya akan menjadi autis ketika terpapar suatu trigger dari lingkungan. Contohnya adalah kelahiran prematur, ataupun terkena alkohol di dalam rahim atau suatu obat. Namun dari semua itu belum ada bukti konklusif yang dapat mendeskrisipkan hubungan nyatanya terhadap autisme5

Ada juga beberapa kondisi yang disangkutkan dengan autisme, seperti distrofi otot atau hilangnya massa otot karena kelainan gen. Down’s syndrome—kelainan genetik ketika bayi dalam kandungan memiliki tambahan pada kromosom 21. Atau cerebral palsy yaitu gangguan gerakan atau postur karena cedera pada otak. Penyakit lainnya adalah neurofibroatosis, sindrom X, sindrom Rett, dan epilepsi.5

Referensi

1. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat Bahasa; 2008. Vaksinasi; p.1796.

2. Vaccines do not cause autism concerns [Internet]. US: Department of Health and Human Services; 2015 Oct 27 [Updated 2015 Nov 23; Cited 2018 Aug 17]. Available from: https://www.cdc.gov/vaccinesafety/concerns/autism.html

3. Offit PA, Handy L, Bodenstab HM. Vaccines and autism [Internet]. Philadelphia: Children’s Hospital of Philadelphia; 2018 [Cited 2018 Aug 12]. Available from: https://www.chop.edu/centers-programs/vaccine-education-center/vaccines-and-other-conditions/vaccines-autism

4. Jain, A., Marshall, J., Buikema, A., Bancroft, T., Kelly, J. and Newschaffer, C. Autism occurrence by mmr vaccine status among us children with older siblings with and without autism. JAMA [Internet]. 2015 Apr 21 [Cited 2018 Aug 12]; 313(15):1534. Available from: https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2275444 DOI: 10.1001/jama.2015.3077

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline