Infeksi virus dengue menyebabkan demam berdarah dengue (DBD), yang merupakan penyakit akut dengan gejala perdarahan dan syok yang berpotensi fatal. DBD disebabkan oleh salah satu dari empat serotipe virus yang termasuk dalam famili Flaviviridae, genus Flavivirus.
Nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus adalah cara virus dapat masuk ke dalam tubuh manusia. Sampai hari ini, penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan endemis di beberapa kota dan kabupaten di Indonesia. Penyakit Demam Berdarah Dengue dapat menyerang semua orang, meskipun pada saat ini lebih sering menyerang anak-anak. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, lebih banyak orang dewasa yang menderita penyakit ini.
Seiring dengan peningkatan mobilitas dan kepadatan penduduk, jumlah penderita dan luas wilayah penyebarannya terus meningkat. DBD telah muncul lebih sering selama musim pancaroba (Arsunan dan Ibrahim, 2014). Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan RI menunjukkan bahwa dari pertengahan tahun 2015 hingga pertengahan bulan Desember, tercatat 71.668 penderita DBD di 34 provinsi di Indonesia, dengan 641 kasus meninggal dunia. Angka ini lebih rendah dari jumlah penderita tahun sebelumnya, yang berjumlah 112.511 orang.
Penyakit demam berdarah dengue (DBD) lebih sering muncul di wilayah perkotaan karena populasi yang padat dan kurangnya kesadaran masyarakat tentang cara mencegah penyakit ini. Salah satu faktor yang berkontribusi pada kecenderungan ini adalah sarana atau kondisi Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) yang belum memadai, upaya bersama dalam 3 M untuk menghapus sarang nyamuk sebagai salah satu bentuk aktif peran serta masyarakat dalam pemecahan demam berdarah dengue, fogging, serta belum membudayanya gotong royong disetiap wilayah.
Salah satu masalah utama dalam upaya menekan angka kesakitan DBD adalah upaya pergerakan peran serta masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk Demam Berdarah yang belum optimal. Oleh karena itu, partisipasi kesehatan masyarakat dalam pemberantasan sarang nyamuk DBD harus ditingkatkan, antara lain dengan melakukan pemeriksaan jentik secara berkala dan berkesinambungan serta menggerakkan masyarakat untuk memerangi sarang nyamuk DB.
Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan penyuluhan melalui kegiatan pengabdian masyarakat yang bertujuan untuk memberi tahu masyarakat tentang penyakit demam berdarah (DBD) dan cara mencegahnya dengan menghapus nyamuk Aedes.
Kegiatan penyuluhan penting dilakukan untuk terus memberikan edukasi kepada masyarakat untuk bersama-sama untuk terus berupaya menekan angka kesakitan dan kematian akibat infeksi penyakit DBD, mengingat belum ada obat dan vaksin untuk mencegah DBD. Menurut Ipa dan Laksono (2014) bahwa pengobatan terhadap penderita demam berdarah hanya bersifat simtomatis dan suportif. Kegiatan penyuluhan mengenai demam berdarah dapat meningkatkan pengetahuan warga dari sebelum dilakukan penyuluhan.
Petugas kesehatan masyarakat berperan penting dalam memberikan upaya preventif dan promotif kepada masyarakat untuk memaparkan segala informasi mengenai bahaya nyamuk Aedes agypti serta demam berdarah, diikuti dengan upaya-upaya apa saja yang bisa dilakukan oleh warga dalam mengurangi resiko terpapar penyakit demam berdarah, seperti melakukan metode 3M yaitu menutup, menguras dan mengubur barang-barang yang bisa dijadikan sarang nyamuk. Selain itu juga bisa memelihara ikan pemakan jentik, menggunakan obat nyamuk di kamar, menggunakan kelambu waktu tidur dan mengecek jentik dengan berkala
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H