Tidak semua manusia dilahirkan dalam kondisi berkecukupan pada fitrahnya. Tidak selalu proses hidup manusia juga berada dalam posisi puncak bianglala yang berputar. Dan, terkadang manusia perlu berhadapan dengan tantangan terjal manakala tantangan tersebut telah diantisipasi tetapi tetap sulit untuk dihadapi. Itulah kehidupan, penuh lika-liku yang mau tidak mau kita harus bersua dengan utang.
Dalam berurusan dengan utang, manusia diibaratkan ingin berjumpa namun tak ingin bertatapan secara berlama-lama. Ingin mendapat pinjaman, tetapi sungkan untuk segera mengembalikan. Uang sudah digunakan, namun malas untuk menulasi kewajiban. Kembali diibaratkan, manis sudah diserap, sepah sudah tak ingin dilahap.
Saya sendiri juga pernah mempunyai pengalaman utang. Saya juga ingin berbagi kisah dalam berutang. Kisah tentang bagaimana saya berusaha keras untuk memiliki hubungan baik dengan utang dan dengan cara yang elegan. Tetapi, bagaimana bisa utang yang elegan?
Berutang Untuk Aset Produktif dan Aset Konsumtif
Memiliki aset produktif, salah satunya properti adalah impian manusia untuk dapat memiliki cadangan finansial di masa mendatang. Dengan tingginya harga aset properti, tentu tidak mudah bagi seseorang untuk dapat memiliki dalam sekejap, alias beli tunai. Maka, membeli aset properti secara utang atau kredit dapat disetujui sebagai tindakan positif finansial.
Selain aset properti, pembelian “aset” konsumtif pun juga dapat dilakukan dengan kredit. Aset konsumsi tersebut berupa barang yang memiliki nilai guna jangka panjang seperti TV, mesin cuci hingga mebel. Meskipun barang tersebut konsumtif, tetapi memiliki nilai fungsi yang tinggi dan masa pemakaian yang panjang (lebih dari 5 tahun), jadi menyerupai aset layak. Konsultan finansial, Prita Ghozie dalam Prita Ghozie's Diary pun mengamini ini sebagai utang yang sehat. Maka, Untuk pembelian aset yang fungsional dan masa yang lama itulah, kualitas harus diperhatikan meski harga lebih tinggi. Dan, sistem kredit aset pun menjadi pilihan.
Berutang Untuk Usaha
Bila memang sudah ada niat lurus untuk memulai usaha, terlebih pada masa pandemi yang memaksa sebagian orang untuk banting setir setelah menelan pil pahit PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), berutang adalah langkah awal yang hampir sebagian besar dilakukan oleh calon wirausahawan. Utang tersebut untuk digunakan sebagai modal usaha yang meliputi bahan baku, peralatan hingga kebutuhan promosi awal.
Saya juga tengah menjalankan bisnis kecil-kecilan disela-sela kesibukan sebagai pengajar freelance, dan saya pun turut melakukan langkah berutang untuk usaha. Dengan mengambil langkah tersebut, maka konsekuensi kita adalah pantang menyerah dalam menjalankan bisnis yang kita yakini, agar utang yang menjerat segera tak lagi merengkuh erat.