Vaksinasi: pilihan RASIONAL (bukan EMOSIONAL) anda
Sesuai janji saya, saya akan menyarikan dan sedikit memberi ulasan mengenai buku vaksin yang saya pilih dan saya baca. Harap diingat bahwa saya bukan seorang dokter apalagi seorang virologis, saya hanya seorang ibu yang setelah dini hari pasangan dan bayi saya tidur, saya punya waktu membaca. Jadi saya cuma akan menyarikan buku-buku yang saya baca dan seminimal mungkin memberikan opini pribadi. Proses untuk memilih tiga buku yang akan saya bahas tidak lah mudah, saya berkutat dengan entah berapa banyak buku vaksinasi yang berhasil saya temukan di Library dan akhirnya mengerucut pada:
1.The Vaccine Answer Book. Penulis: Jamie LOEHR, MD, FAAFP (MD=medical doctor, FAAFP=Felow, American Academy of Family Physician). Sedikit ulasan tentang beliau: beliau adalah seorang family Physician di Rochester dan Ithaca New York. Beliau berpengalaman selama 18 tahun dan sangat tertarik pada kesehatan anak dan ibu dalam masa kehamilan.
2.Your Baby’s Best Shot. Penulis: Stacy Mintzer Herlihy dan E. Allison Haggood.Sedikit ulasan tentang Stacy Mintzer Herlihy: penulis freelance yang hasil karyanya telah banyak dipublikasikan antara lain di USA today dan Big Apple Parent Magazine, sedangkan E. Allison Haggood dalah seorang profesor psikologi di sebuah community college yang sebelumnya berprofesi sebagai tenaga medis dan peneliti di bidang penyakit kejiwaan pad aornag dewasa
3.Deadly Choices: How The Anti-Vaccine Movement Theratens Us All. Penulis: Paul A. Offit. Sedikit ulasan tentang beliau:beliau adalah Kepala adalah Divisi Penyakit Menular dan juga Direktur dari Pusat Edukasi Vaksin di Rumah Sakit anak di Philadelphia. Selain itu beliau juga adalah anggota dewan penasihat dari Autism Science Foundation.
Pada tulisan ini saya akan menyarikan sedikit dari buku pertama dan buku kedua, kemudian pada tulisan-tulisan selanjutnya saya akan berusaha mendetailkan masing masing vaksin yang ada dengan keuntungan dan resiko pemberian masing-masing vaksin, siapa yang harus dan tidak boleh diberi vaksin-vaksin tersebut, beserta rekomendasi dan alternatif pemberian vaksin yang diberikan oleh sang ahli. Langsung saja ya sudah kebanyakan pengantarnya.
Membaca buku Dr. Loehr membuat saya melihat bahwa membicarakan vaksinasi sama artinya dengan berbicara tentang peluang tentang statistika. Beliau menekankan bahwa vaksinasi adalah sebuah pilihan, namun hendaknya dijadikan sebuah pilihan secara rasional bukan pilihan emosional setelah membaca berbagai sumber yang bisa dipercaya.
Pertama, saya akan langsung menuju pada sumber kekhawatiran pemberian vaksin, fakta dan science di belakangnya dan beberapa pemelintiran fakta dan science ini. Sumber masalah utama yang muncul pada pemberian vaksin adalah kekhawatiran mengenai autisme dan merkuri. Dua hal ini dijadikan senjata oleh para penentang vaksin, tapi mari kita lihat lebih detil latar belakang dan penjelasan scientific di balik ini.
1.Vaksin dan Merkuri
Kekhawatiran mengenai vaksin dan merkuri muncul karena pada tahun 1930 an dan memuncak pada era 1990 an vaksin pada anak diberi thimerosal. Apa itu thimerosal? Thimerosal adalah bahan pengawet yang dimasukkan dalam vaksin untuk menghindari kontaminasi bakteri pada vaksin. Thimerosal ini mengandung ethylmercury (ethyl bukan methyl).Bahan ini dimasukkan karena pada era sebelum 1930 vaksin-vaksin yang diberukan secara multidose vial dapat terkontaminasi oleh sisa vaksin yang tertinggal. Kontaminasi inii bisa membunuh penerima vaksin berikutnya. Dr. Loehl mengadakan riset mengenai bukti bahwa ethylmercury berbahaya dan tebak hasilnya TIDAK ada satu bukti ilmiah pun yang menujukkan ethylmercury menimbulkan dampak yang dikhawatirkan. Namun kenapa kemudia Thimerosal DIHILANGKAN dari vaksin bayi dan anak-anak sejak tahun 2001. Jawabannya adalah karena terjadiny kasus minamata di Jepang yang disebabkan oleh Methyl Mercury (Methyl bukan Ethyl). SI Methyl ini sangat berbahaya bagi kesehatab seperti nervous-system symptoms yang muncul seperti kemampuan bicara abnormal, dan bahkan kematian. Sementara tidak ada bukti ilmiah bahwa Ethyl Mercury berdampak sama dengan Methyl saudaranya, dan bahkan penelitian terbaru tidak menunjukkan adanya kaitan dan kelainan sistem saraf (neurological disorder) thimerosal kekawathiran memuncak akibat merabaknya kasus minamata. Oleh karenanya pada bulan juli 1999 AAP (American Academic of Pediatrics) dan U.S Public Heatlh Service merekomendasikan penghilangan ethyl mercury pada semua vaksin dan menunda pemberian vaksin Hepaititis B pada bayi sampai semua Thimerosal berhasil dihilangkan. Syukurlah pada tahun 2001 para peneliti telah berhasil membuat vaksin bebas thimerosal untuk diberikan pada bayi dan anak-anak usia dini. Perkecualian dilakukan pada bebrapa vaksin flu untuk orang dewasa (ada pilihan vaksin flu bebas thimerosal namun lebih mahal). Jadi kesimpulannya penghilangan thimerosal bukan karena ada dampak buruk terhadap kesehatan tapi lebih untuk mengembalikan kepercayaan publik pada vaksin setelah adanya kasus minamata.
2.Vaksin dan Autisme
Perlu dicatat bahwa vaksin yang dikabarkan mengakibatkan autisme adalah MMR bukan vaksin lainnya, namun mari kita lihat fakta ilmiah dibaliknya. Pencetus awalnya adalah penelitian Dr. Andrew Wakefield dan 12 peneliti lainnya pada tahun 1998, mereka menemukan virus campak dari vaksin pada poop (maaf tidak menemukan padanan kata poop dalam Bahasa Indonesia yang cukup sopan dan berimplikasi sama).Mereka menarik kesimpulan bahwa MMR menyebabkan terjadinya inflamasi pada usus yang pada akhirnya memicu autisme. Penelitian ini hanya dilakukan pada 12 anak-anak. Berbagai penelitian lainnya yang dilakukan segera setelah tahun 1998 dengan memeriksa anak anak dalam jumlah yang jauh lebih banyak tidak mendapatkan adanya kaitan antara MMR dengan autisme.Penelitian terbaru yang dilakukan pada tahun 2008 dilakukan dengan metode yang persis sama dengan metode Dr. Wakefield dkk dan kemudian dibandingkan dengan 25 anak penderita autisme dan 13 anak yang hanya mengalami gangguan usus juga mendapatkan hasil tidak ada kaitan antara MMR dan autisme.
Mungkin teman-teman pernah mendengar kasus Hannah Poling? Kalau belum saya bercerita sedikit Hannah Pooling adalah anak seorang dokter syaraf yang saat berumur 19 bulan mendapatkan 5 vaksin sekaligus, 2 hari kemudian Haaanh mendapat demam dan tangis luar biasa selama berhari2. Setelah beberapa bulan kondisi Hannah menurun dan mengembangkan beberapa gejala autisme tingkat ringan. Cerita ini banyak dipakai alasan untuk tidak memvaksin keluarga mereka. Memang pengadilan di Ameriak meutuskan untuk memberi kompensasi bagi Hanah. Namun mari kita lihat perkembangan kasusnya, ayah Hannah yang memang seorang dokter syaraf dan kaya raya mampu membiayai test yang sangat mahal untuk mengetahui apa yang terjadi pada Hannah. Ternyata Hannah menderita encephalopathy akibat kelainan pada mitokondria nya. Kelainan pada mitokondria ini biasanya tidak berkembang sampai ke tahap gejala penyakit jika tidak ada distress pada tubuh sang anak seperti demam tinggi yang mengakibatkan dehidrasi. Jadi disimpulkan bahwa bukan vaksin yang menyebabkan Hannah mengembangkan gejala autisme namun demam tinggi Hannah yang berujung pada dehidrasi lah yang memicunya. Jikalaupun Hannah tidak memperoleh vaksin, jika dia mengalami demam karena suatu sakit penyakit, gejala autisme ini pun akan muncul. Sekarang pertanyaaanyaseberapa banyak orang yang mengklaim anaknya terkena autis mampu membiayai tes mahal ini untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi, dan apakah negara mau dan mampu membiayai tes semahal ini? sehingga sebelum memutuskan apakah dari masing masing kasus MMR adalah penyebab autisme atau ada sebab musabab lain? Dengan demikian dua isu penting menganai kekhawatiran tentang vaksin telah terjawab.
Masih ada satu dua kekhawatiran lain mengenai vaksin seperti kadar alumunium dalam vaksin. Sejauh yang saya baca dari buku ini, kadar alumunium dalam vaksin masih jauhhh lebih rendah daripada kadar alumunium yang kita berikan pada bayi melalui ASI dan bahkan jauhh lebih rendah lagi daripada aluminium dalam susu formula.
Sekarang saya akan menyentil sedikit mengenai guna vaksinasi dalam masyarakat atau yang dikenal dengan herd Immunity. Beberapa kali ada orang yang bilang si A anaknya tidak divaksin baik2 saja, si B ga suntik2 baik2 saja. Nah pertanyaan ini mengacu pada penjelasn berikutnya mengenai herd immunity. Herd immunity adalah perlindungan tambahan terhadap suatu penyakit yang diperoleh oleh sebuah komunitas ketika laju atau jumlah vaksinasi lebih tinggi daripada laju penyebaran sebuah penyakit dalam ambang tertentu. Contohnya jika 92% populasi di suatu wilayah divaksinasi dengan vaksin polio dan 100% vaksin polio dianggap efektif (ket: sebenarnya vaksin polio 95% efektif pada dosis pertama dan 100% efektif pada dosis kedua), maka diharapkan kasus polio berkurang 92% dan ada 8% orang yang tidak divaksin, namun pada kenyataannya lebih dari 99% kasus polio berkurang. Tambahan 7% ini dikarenakan herd immunity sebagai dampak vaksinasi tadi. Masalahnya Herd immunity hanya akan berjalan jika jumlah anggota sebuah komunitas yang divaksin signifikan.Kenapa begitu karena penyakit yang bisa menular hanya akan menemukan inang yang cocok dalam jumlah sedikit (kembali lagi kita bicara tentang statistika) sehingga penyakit tersebut akan jauh lebih cepat menghilang. Lebih lanjut jika satu atau dua orang yang tidak divaksin hidup diantara orang orang sehat yang telah tervaksin maka akan kecil kemungkinan orang tersebut akan tertular penyakit, artinya imunitas kelompoklah yang melindungi satu atau dua orang tersebut. Sekarang jika dan hanya jika jumlah orang yang divaksin bergeser manjadi jauhh lebih sedikit daripada orang yang tidak divaksin, bisa dibayangkan bagaimana mudahnya sebuah penyakit menemukan inang yang cocok??? Contoh nyata dari hilangnya herd immunity akibat rendahnya angka vaksinasi adalah di Uni Soviet pada tahun 1994, dengan rendahnya jumlah penerima vaksin Diphtheria, penyakit yang seharusnya sudah bukan menjadi masalah di negara maju kembali merebak di negara ini dan membunuh 1200 orang dalam waktu satu tahun. Bahaya dari rendahnya vaksinasi akibat naiknya gerakan anti vaksinasi akan saya tulis lebih lanjut pada saat saya mengulas buku yang ketiga.
Sekarang saya pindah topik lagi, kali ini saya akan lebih banyak memberikan pandangan pribadi atas sebuah pertanyaan yang pernah dilontarkan seorang kerabat, ngapain vaksin lha wong vaksin ga bisa mencegah kanker. Saya tercekat, ini lah yang saya bilang salah kaprah dari awal. Mari kita tinjau apa itu vaksinasi dan tipe penyakit apa yang dilawan dengan vaksinasi, dan apa itu kanker. Untuk gampangnya vaksinasi adalah proses pemberian vaksin pada penerima. Vaksin sendiri adalah sebuah bahan yang diintroduksi kedalam tubuh untuk menstimulasi sebuah respon imun melawan mikroorganisme viral atau bakteri tertentu. Jadi vaksinasi menimbulkan imunisasi, imunisasi terhadap penyakit akibat virus atau bakteri. Nah sekarang apakah kanker, Menrut American Society of Cancer, kanker adalah sebuah penyakit yang ditimbulkan oleh sel sel dalam sebuah anggota badan yang tumbuh tanpa terkontrol. Jadi sudah jelas kan dari awalnya aja udah beda, yang ditarget oleh vaksin apa yang diminta kerabat saya itu apa. Menurut saya itu sama saja dengan menyalahkan obat batuk yang ga bisa menyembuhkan kutil. Nah udah mulai membahas kutil itu artinya saya udah mulai eror..dan kue talam saya sudah memanggil2 buat diangkat dari kukusan.
Kalau anda suka dengan artikel ini dansetuju tolong tinggalkan komen positif, kalau ada yang masih dirasa kurang sreg juga tolong ditanya dengan positif, saya akan berusaha mencari info yang lebih banyak lagi dan akan saya tulis pada artikel selanjutnya. Seperti janji saya, saya akan berusaha mnyarikan lagi buku-buku tersebut dengan memaparkan masing masing vaksin.
Selamat malaam/pagi, salam hangat dari Blacksburg (Desember, 8th 2014) ....marii kita nyruput teh dan makan talam sesuai anjuran pak Menteri...Btw, ini penampakan buku nya :
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H