Lihat ke Halaman Asli

Pilpres 2014: Mengatur Kampanye di Media

Diperbarui: 23 Juni 2015   21:45

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilihan Presiden sudah dalam hitungan minggu. Masing-masing tim sukses sudah mulai bergerak. Pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa sudah resmi mendapat nomor urut satu, sedangkan Joko Widodo-Jusuf Kalla mendapat nomor dua.

Berbagai media menyambut dengan gegap gempita acara pengambilan nomor urut yang dilaksanakan di Komisi Pemilihan Umum (KPU), Minggu (1/6). Ada media yang membuat judul seru seperti Perang Kampanye Dimulai, Kompetisi Dimulai, dan judul lainnya. Intinya akan ada pergulatan seru antara tim sukses Prabowo-Hatta dan Jokowi-JK baik di tingkat elit maupun di akar rumput.

Meski penuh semangat, tim sukses kedua belah pihak diharapkan tidak melakukan aksi sesuka hati. Pasangan capres-cawapres diminta mengendalikan tim sukses masing-masing agar berjalan sesuai koridor.

Sangat disayangkan, bahwa Jokowi "keceplosan" di KPU saat memberi sambutan. Dia, entah sengaja atau tidak, mengatakan "karena itu pilihlah nomor dua" sambil tangan kanan menunjuk huruf V dengan dua jari.

Ajakan pilih nomor dua seharusnya tidak dilontarkan Jokowi lantaran jadwal kampanye baru dilaksanakan 4 Juni-5 Juli. Kasus ini tengah dipelajari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Kita tinggal tunggu apa tindak lanjut lembaga pengawas pemilu itu.

Penting bagi capres-cawapres untuk memberi contoh yang baik bagi pengikutnya. Tim sukses di lapangan yang tengah kasak-kusuk, juga harus memperhatikan etika, khususnya di media sosial. "Pertarungan" antar tim sukses di media sosial kadang kelewat batas.

Sayangnya, seperti diakui Bawaslu, kampanye di media sosial saat ini belum tersentuh oleh hukum. Peraturan di KPU terbatas pada media yang notabene diterbitkan secara resmi baik cetak, elektronik, ruang publik dan alat kampanye. Padahal pengaruh dari media sosial ini sangat besar kepada publik, khususnya pemilih pemula.

Bagi pemilih dewasa yang sudah pernah mengikuti pemilu, diharapkan mereka bisa menyaring informasi yang bersliweran di media sosial. Tapi kampanye hitam bisa dimakan mentah-mentah oleh anak muda.

Tidak adanya peraturan yang mengatur soal kampanye di media sosial membuat Bawaslu belum bisa bertindak jika ditemukan kampanye penuh firtnah. Karena belum ada peraturannya, maka seoyogyanya ada kebesaran jiwa para pendukung capres-cawapres untuk berkampanye secara etis.

KPU atau Bawaslu dan lembaga terkait lain diharapkan terus mengingatkan masyarakat agar bertindak sesuai aturan. Dalam jangka panjang, aturan soal kampanye hitam ini perlu dipertegas, termasuk di media sosial, tanpa harus kehilangan esensi kebebasan berekpresi.

Jakarta, 03 Juni 2014

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline