Sumber: tempo.co
Kepolisian Republik Indonesia atau Polri telah merayakan Hari Ulang Tahun yang ke-68, Selasa (1/7) kemarin. Dalam amanat tertulisnya, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menyampaikan tujuh pesan dan harapan kepada jajaran Kepolisian Republik Indonesia di seluruh tanah air.
Tujuh pesan dan harapan itu adalah Pertama, agar seluruh personel Polri menjunjung tinggi kode etik yang merupakan kristalisasi dari nilai-nilai Pancasila, tribata, dan catur prasetya Polri. Kedua, meningkatkan pemeliharaan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat dengan selalu mengupayakan adanya deteksi dini serta meningkatkan standar dan kualitas pelayanan publik untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat. Ketiga, memperkokoh institusi Polri untuk mendukung terwujudnya tata pemerintahan yang baik dan bersih (good and clean goverment). Keempat, meningkatkan kapasitas personal dan institusional Polri. Kelima, institusi Polri dapat menampilkan sikap keteladanan dan kepemimpinan yang melayani. Keenam, menjaga sikap netral dalam pemilihan presiden dan wakil presiden, serta meningkatkan koordinasi dan sinergi dengan KPU dan Bawaslu. Ketujuh, memberikan pengamanan, perlindungan, dan kelancaran bagi masyarakat yang akan merayakan Idul Fitri.
Ketujuh pesan Presiden ini pada intinya juga merupakan pesan dan harapan rakyat kepada Kepolisian Republik Indonesia atau Korps Bhayangkara.
Sejak era reformasi 16 tahun yang lalu, Kepolisian Republik Indonesia kita harapkan lebih dekat dengan masyarakat. Inilah salah satu harapan dari pelaksanaan reformasi di tubuh Polri. Sejak UU Nomor 2/2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, lembaga ini resmi berada di bawah Presiden dan terlepas dari TNI.
Reformasi Polri selama ini telah ditempuh lewat tiga aspek yaitu reformasi instrumental, reformasi struktural, dan reformasi kultural. Ketiga aspek reformasi tersebut bisa direasliasikan jika dan hanya jika didukung oleh nagara dan masyarakat. Dalam konteks inilah kita mendukung harapan dan pesan Presiden SBY dalam HUT RI tahun 2014 ini.
Pada prinsipnya memang harus dihilangkan tarik menarik antar kepentingan, antara siapa atau pihak mana pun yang dalam jangka waktu panjang, menengah, atau pendek, terhadap Polri. Karena ini akan mengganggu upaya kita bersama mewujudkan Polri yang profesional dan mandiri.
Dengan dukungan publik khususnya terhadap perubahan budaya dan karakter anggota Polri juga penting dijaga. Kita semua berharap agar tudingan dan cap yang kerap diberikan kepada Polri, seperti diduga suka menerima supa, diduga suka korupsi, diduga menyalahgunakan kekuasaan atau wewenang, diduga keliru menggunakan diskresi, memberikan pelayanan yang buruk, atau melakukan tindakan diskriminatif perlahan dihilangkan dari Korps Bhayangkara ini.
Kita juga telah melihat upaya nyata dan serius dari Polri untuk merubah diri, memperbaiki pelayanannya dan berusaha mewujudkan polisi yang melayani dan mengayomi masyarakat. Namun, fakta bahwa masih ada "polisi nakal" dalam persepsi masyarakat sulit untuk dibantah. Persepsi ini lahir bukan tanpa sebab. Dan keberadaannya sangat berbahaya, karena dapat merusak citra institusi Polri, menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat (public trust), serta merusak akuntabilitas kinerja Polri.
Untuk itulah kita terus mendukung reformasi Polri, dan mendorong lembaga ini semakin terbuka dan dekat dengan masyarakat. Kita tentu ingin segera lahir Polri yang benar-benar melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat. Karena itu mari kita dukung bersama-sama upaya mewujudkan Polisi yang mandiri dan profesional.
Jakarta, 02 Juli 2014