Dalam sebuah perusahaan, kedisiplinan merupakan salah satu faktor penting untuk menghasilkan kinerja terbaik dari karyawan. Menurut Theo Haimann (1982), disiplin adalah suatu kondisi yang tertib, dengan anggota organisasi yang berperilaku sepantasnya dan memandang peraturan-peraturan organisasi sebagai perilaku yang dapat diterima. Sedangkan menurut William B. Wherter dan Keith Davis (1996), disiplin adalah tindakan atau perilaku manajemen yang menuntut pemenuhan kebutuhan akan standar organisasi. Dari beberapa pengertian tersebut, kita dapat mengetahui bahwa disiplin merupakan hal pokok yang harus dimiliki setiap karyawan dalam mengerjakan pekerjaan atau tugasnya. Disiplin yang baik menunjukkan rasa tanggung jawab yang besar karyawannya terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini dapat mendorong karyawan untuk lebih bergairah dan bersemangat dalam bekerja yang akhirnya mendukung tercapainya tujuan perusahaan.
Pada dasarnya terdapat beberapa indikator yang mempengaruhi kedisiplinan dalam sebuah perusahaan, antara lain: tujuan dan kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, sanksi hukuman, ketegasan, dan hubungan kemaanusian (Hasibuan, 2005).
Salah satu indikator yang akan dibahas dalam artikel ini adalah ketegasan seorang pemimpin. Sebenarnya, pemimpin harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukuman yang telah ditetapkan. Harapannya, ketegasan pemimpin itu dapat membentuk tingkah laku karyawan yang sesuai dengan aturan perusahaan atau dapat dikatakan menjadikan karyawan menjadi lebih disiplin terhadap pekerjaannya.
Namun, pada kenyataannya tidak semua pemimpin dapat berlaku tegas terhadap semua karyawannya. Masih ada pemimpin yang menunjukkan sikap mudah mentolerir kesalahan atau tindakan indisipliner karyawannya. Terkadang, hal ini dijadikan celah bagi karyawan untuk tidak mematuhi standar operasional yang telah ditetapkan perusahaan. Akibatnya, karyawan akan bekerja dan bertindak sesuka hati mereka dan menghasilkan kinerja yang buruk bagi perusahaan.
Biasanya rendahnya ketegasan seorang pemimpin itu disebabkan oleh beberapa faktor terutama faktor “Rasa Takut” yaitu takut dibenci.
Pemimpin Takut Dibenci
Mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah memiliki resiko yang besar sekalipun dilakukan oleh seorang pemimpin. Terkadang ketegasan seorang pemimpin mendapat penolakan dari bawahannya. Disini pemimpin beranggapan bahwa penolakan tersebut nantinya justru dapat membuat karyawan lebih melawan dan semakin tidak dapat dikendalikan. Hal ini akan menyebabkan produktivitas karyawan akan semakin menurun.
Rasa takut akan kebencian ini dapat diminimalisir dengan cara memahami bahwa kebencian itu sifatnya sementara. Dengan seiringnya waktu, semua orang dapat berubah pikiran dan pendapat. Hal itu terjadi karena adanya kemungkinan bahwa karyawan atau bawahan belum mengerti dan menangkap apa makna atau manfaat yang akan dicapai dari ketegasan tersebut. Apabila dengan ketegasan tersebut karyawan merasakan manfaatnya (seperti kinerjanya yang meningkat), maka karyawan tersebut akan berterima kasih kepada pemimpin. Positifnya, karyawan tersebut akan menularkan semangat disiplinnya kepada karyawan yang lain. Hal ini akan memberikan efek positif bagi perusahaan. Jadi, sebaiknya pemimpin itu tidak boleh beranggapan negatif terlebih dahulu karena semua keputusan yang diambil belum tentu berujung penolakan dan justru membuahkan semangat positif. Sudah seharusnya pemimpin juga menyadari bahwa menjadi seorang pemimpin memang harus berani mengambil keputusan sekalipun itu sulit dilakukan. Tugas pemimpin bukanlah menyenangkan atau menghibur karyawan, namun membimbing karyawan untuk dapat melakukan tugasnya dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan yang ada.
Dari semua penjelasan diatas, sebaiknya pemimpin-pemimpin perusahaan saat ini lebih meningkatkan ketegasan diri masing-masing. Karena akan sangat membantu, tidak hanya untuk mengatur kedisiplinan karyawan namun dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengambil keputusan untuk setiap masalah yang terkait perusahaan.
Pemimpin harus pandai memainkan emosi untuk membangun ketegasan dalam diri mereka. Pemimpin sebaiknya berusaha untuk selalu berada dalam emosi yang positif. Lebih baik pemimpin itu mengutamakan dampak dari tindakan yang diambil atau diputuskan daripada emosi belaka. Selain itu, logika pikiran yang kuat akan membuat pemimpin memiliki kekuatan. Kekuatan untuk membedakan dan menyatakan mana yang benar dan salah akan menjadi sebuah “ketegasan” dalam diri seorang pemimpin.
Disamping ketegasan pemimpin, kedisiplinan karyawan juga dapat dibentuk dari budaya kerja perusahaan. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan kedisplinan karyawan, antara lain:
1.Aturan harus ditetapkan dengan jelas.
Misalkan aturan jadwal kerja. Jadi dalam SOP Perusahaan sudah harus disebutkan jam berapa karyawan datang, toleransi keterlambatan, jam istirahat, dan jam berapa karyawan bisa pulang. Semua itu harus jelas dan sesuai dengan aturan-aturan perusahaan yang berlaku pada umumnya.
2.Penerapan konsekuensi terhadap kedisiplinan dan ketidakdisiplinan yang jelas.
Konsekuensi yang jelas akan mendorong karyawan untuk lebih disiplin. Misal pemotongan tunjangan. Hal ini biasanya membuat karyawan takut untuk tidak disiplin dan memilih untuk mengubah perilaku buruknya.
3.Kedisiplinan merupakan bagian dari penilaian kinerja.
4.Ketidakdisiplinan haruslah diidentifikasi penyebabnya, baik itu secara langsung maupun tidak langsung.
Semua ini diharapkan mampu meningkatkan kedisiplinan karyawan yang akan berdampak positif terhadap perusahaan. Ingat sekali lagi, bahwa ketegasan pemimpin adalah faktor utama penentu kedisiplinan karyawan karena “Pemimpin adalah ketegasan tanpa ragu”.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H