Lihat ke Halaman Asli

Devika Fita Saputri

Mahasiswa Universitas Ahmad Dahlan

Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) untuk Siswa SD

Diperbarui: 18 Juli 2021   22:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Realistic Mathematics Education (RME) adalah suatu pendekatan yang mengaitkan konsep matematika dengan kenyataan atau permasalahan yang pernah dialami oleh siswa. Realistic Mathematics Education (RME) merupakan teori pembelajaran yang dikembangkan oleh Freudenthal Institute for Science and Mathematics di Belanda. 

Freudenthal (Purwati, 2020) mengemukakan bahwa sebaiknya matematika diberikan kepada siswa dalam bentuk kegiatan mengonstruksi konsep matematika, sehingga dalam pendekatan ini siswa ikut berperan aktif dalam menemukan kembali konsep-konsep matematika. 

Freudenthal juga menyatakan bahwa matematika bukanlah sistem yang tertutup, melainkan sebuah proses yang melibatkan sistem kognitif untuk merepresentasikan suatu masalah matematika tertentu dalam kehidupan nyata.

Pada umumnya, guru seringkali tidak menyajikan permasalahan yang berkaitan dengan kehidupan nyata. Guru cenderung mengajarkan siswa untuk menghafal kata kunci dalam masalah dan menggunakannya dalam rumus, serta guru cenderung mengikuti contoh soal dalam buku daripada menjelaskan prinsip-prinsip matematika di balik permasalahan tersebut. Hal ini menyebabkan sulitnya matematika bagi siswa karena pembelajaran matematika yang kurang bermakna.

Siswa sekolah dasar pada umumnya berusia 7-12 tahun. Menurut teori Piaget (Ibda, 2015) usia ini terdapat pada tahap operasional konkrit, anak-anak dalam tahap ini kemampuannya dalam menyelesaikan soal-soal konservasi menjadi lebih baik. Namun, masih mengalami kesulitan untuk menyelesaikan soal-soal yang berkaitan dengan logika. 

Jerome S. Bruner dari Universitas Harvard (pada Karso, 2014) menyatakan proses belajar terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu (1) tahap enaktif dan tahap  kegiatan, tahap anak belajar konsep adalah berhubungan dengan benda-benda real atau dengan peristiwa di lingkungan sekitarnya, (2) tahap ikonik atau tahap gambar bayangan, pada tahap ini anak dapat membayangkan kembali atau memberikan gambaran mengenai benda atau peristiwa yang dikenalnya, (3) tahap simbolik, pada tahap ini anak dapat mengutarakan bayangan-bayangan tersebut dalam bentuk simbol dan bahasa. 

Karso (2014) mengemukakan dari teori Bruner ada tiga tahapan yang dapat kita terapkan dalam merancang pembelajaran matematika, yaitu (1) tahap pertama, setiap melakukan pembelajaran tentang konsep, fakta, atau prosedur dalam matematika yang bersifat abstrak dapat diawali dari persoalan sehari-hari yang sederhana atau menggunakan benda-benda fisik yang nyata, (2) tahap kedua, membentuk model berupa gambaran sebagai bayangan mental dari benda atau peristiwa tersebut, (3) tahap ketiga, gunakan simbol-simbol atau lambang yang bersifat abstrak sebagai wujud dari bahasa matematika. Contohnya:

  1. Tahap pertama, dimulai dari penggunaan benda-benda nyata. Misalkan "buku" seperti berikut. "Dika mempunyai 4 buku, diberi lagi 2 oleh ibunya, berapa banyaknya buku Dika sekarang?"
  2. Tahap kedua, dibuatkan model gambar yang tidak menggunakan benda nyata seperti buku sebenarnya, tapi cukup dengan model diagram atau menggunakan tanda-tanda tertentu seperti turus atau bundaran dan sebagainya.

  3. Tahap ketiga, sebagai bahasa simbol yang bersifat abstrak dapat menggunakan simbol-simbol secara abstrak dan mereka akan mengerti arti empat dan arti dua tanpa bantuan apa apa. Contoh : 4 buku+2 buku=...buku   atau    4n+3n=...n

Dengan menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) diharapkan dapat meningkatkan pemahaman dalam kemampuan konsep matematika siswa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline