Lihat ke Halaman Asli

Vika Chorianti

Pecinta buku, musik dan movie

A JOURNEY TO FOUND "GURU"

Diperbarui: 6 Agustus 2015   23:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://id.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Quraish_Shihab

Ramadhan tahun ini saya rasakan begitu istimewa. Begitu berbeda dari ramadhan-ramadhan sebelumnya. Mengapa? Karena tepat tidak kurang dari 2 minggu sebelum ramadhan, saya bertemu dengan seseorang yang membuat gelisah. Bukan karena cinta. Namun orang ini, seakan membuka kembali kegelisahan2saya seputar kehidupan beragama.

Awalnya dia menilai kehidupan saya terlalu barat. Hal ini dikarenakan, melalui laman facebook saya, banyak terdapat resensi musik dan film barat. Terutama yang terbaru tentu saja postingan resensi film Fifty Shades Of Grey. Dia berasumsi bahwa saya sudah semakin jauh dengan kehidupan agama. Teman saya ini berasumsi bahwa barat memiliki pengaruh yang buruk untuk seorang muslim sejati.

Tentu saja saya menyangkal. Karena saya tidak merasa demikian. Kami melakukan perdebatan yang cukup panjang dan berakhir dengan kedongkolan di masing2pihak. Dan terus terang kemudian saya merasa gelisah. Saya gelisah untuk membuktikan bahwa asumsi yang ditujukan teman saya kepada saya adalah keliru.

Saya lantas berdiskusi dengan banyak orang. Dari mulai keluarga, saudara, sahabat hingga teman. Ada dua ucapan dari dua orang berbeda yang lumayan mengena pada hati saya.

Yang pertama, adalah ucapan nenek Yuana. Wanita satu ini tidak perlu diragukan lagi kecintaannya kepada saya. Kami bersahabat mulai dari hari pertama saya berangkat sekolah SMA. Dia orang yang sudah saya beri kewenangan penuh untuk mengatakan hal apapun terhadap ataupun tentang saya. Baik atau buruk sekalipun.

Dia mengatakan, bisa jadi pendapat teman saya itu benar dan keyakinan saya selama ini yang keliru. Bisa jadi saya memang sudah terlalu barat baik dalam hal pemikiran maupun dalam hal pemahaman segala sesuatu, termasuk soal agama. Bisa jadi saya memang terlalu liberal dalam menyikapi soal2agama.

Kata2nya cukup pahit, menampar keras dan sekaligus mengena di hati. Meski bersungut2saat mendengarkan dia berkata, sepanjang malam saya tidak bisa berhenti memikirkan apa yang dia sampaikan.

Di lain kesempatan, saya bertemu dengan teman lama Eni Rachmayanti. Saya pertama kali mengenalnya saat di bangku SMA. Waktu itu saya menekuni ekstra jurnalistik. Dalam salah satu kesempatan yang diberikan oleh pembina Jurnalistik, sekolah kami mengadakan study banding ke sekolahnya. Tak dinyana, semasa kuliah kami bertemu kembali. Dia masuk ke jurusan D3 Bahasa Inggris. Meski beda angkatan, kami satu fakultas. Hanya sesekali kami bertegur sapa dan tidak pernah benar2mengenalnya secara dekat.

Namun saya memantau aktivitasnya di dunia maya. Melalui facebook saya bisa melihat aktivitasnya. Secara pribadi, saya cukup menaruh hormat padanya dikarenakan saya beranggapan dia memiliki pendidikan dan pengetahuan agama yang cukup mumpuni. Meski demikian pandangannya terhadap ilmu agama dan kehidupan beragamanya tidak saklek. Somehow, saya merasa cukup memiliki kesamaan pandangan dengan dirinya.

Pertemuan kami terjadi saat kami sama2menghadiri sebuah acara di Dyandra Convention Hall, Gramedia Expo. Selesai acara kami mengobrol di pelataran kolam depan gedung tersebut. Secara sekilas saya menceritakan tentang kegelisahan2saya sehubungan dengan problematika yang saya hadapi dengan teman saya itu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline