BAB II
KAJIAN LITERATUR
2.1 Kajian Pustaka
Menurut Irham (2014), teori keagenan menjelaskan cara manajemen dan pemegang saham berinteraksi satu sama lain. Teori ini menjelaskan situasi di mana manajemen sebagai pelaksana yang disebut agen, dan pemilik modal atau pemilik yang disebut sebagai prinsipal, membangun sebuah kontrak kerja sama yang disebut "nexus of contract". Kontrak kerja sama ini berisi kesepakatan yang mengatakan manajemen perusahaan akan berusaha sebaik mungkin untuk memenuhi kebutuhan klien.
Teori keagenan didasarkan pada asumsi bahwa setiap pihak dalam suatu hubungan kontrak bertindak secara rasional untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri. Dalam konteks perusahaan, terdapat dua pihak utama yaitu prinsipal sebagai pemilik atau pemegang saham yang memberikan wewenang kepada agen untuk mengelola aset mereka dan agen sebagai manajer yang dipercaya untuk menjalankan bisnis atas nama pemilik. Dalam suatu perusahaan, pemegang saham menginginkan hasil pengembalian investasi yang tinggi, sedangkan manajer memiliki kepentingan untuk memperoleh hasil atau kompensasi yang tinggi atas kinerja mereka (Bawekes F.Helda, 2018). Masalah yang sering muncul dari hubungan ini disebut dengan agency problem yang terdiri dari dua jenis utama yaitu masalah keagenan (agency problem) dan asimetri informasi. Masalah keagenan terjadi ketika agen tidak bertindak sesuai dengan kepentingan terbaik prinsipal, misalnya mengambil keputusan yang menguntungkan mereka secara pribadi tetapi merugikan prinsipal. Asimetri informasi yang dimana agen memiliki banyak informasi dibandingkan prinsipal dan ini memungkinkan agen untuk bertindak secara oportunis karena pemilik tidak memiliki informasi yang cukup untuk memantau tindakan agen. Karena masing-masing pihak memiliki kepentingan yang berbeda, hal ini dapat menyebabkan kurangnya kesepakatan atau keharmonisan.
Beberapa mekanisme yang dapat digunakan untuk mengurangi masalah keagenan antara lain adanya pengawasan (monitoring) yaitu prinsipal dapat memantau kinerja agen melalui laporan keuangan audit eksternal bertujuan untuk membantu mengurangi asimetri informasi antara agen dan prinsipal, adanya pemberian insentif kepada agen seperti bonus, kepemilikan saham, atau opsi saham dapat menyelaraskan kepentingan agen dengan prinsipal, serta adanya kontrak keagenan (agency contract) dengan penggunaan kontrak yang tepat dapat membantu perilaku agen yang tidak sesuai dengan kepentingan prinsipal.
Dalam konteks perusahaan modern, teori keagenan memiliki aplikasi yang luas. Salah satu tantangan utamanya adalah konflik antara manajemen dan pemegang saham, terutama dalam perusahaan publik dimana kepemilikan tersebar dan kontrol terhadap manajemen menjadi lemah. Beberapa isu yang sering dikaitkan dengan agency theory meliputi pengelolaan laporan keuangan dengan manajemen dapat terlibat dalam manipulasi laporan keuangan untuk mencapai target pribadi atau mempertahankan posisinya, kebijakan dividen dalam pengambilan keputusan terkait distribusi laba kepada pemerintah saham yang bisa jadi bertentangan dengan kepentingan manejemen, dan pengambilan investasi yang berisiko tinggi oleh manajemen terutama jika merasa terlindungi dari kerugian finansial pribadi.
Meskipun teori keagenan sangat relevan dalam memahami hubungan antara manajemen dan pemilik, teori ini mendapat kritik dari beberapa sudut pandang diantaranya pendekatan rasionalitas terbatas yang mengansumsikan bahwa semua pihak bertindak secara rasional untuk memaksimalkan kepentingannya sendiri, namun dalam praktiknya, seringkali terdapat faktor-faktor psikologis dan emosional yang mempengaruhi pengambilan keputusan, teori yang berorientasi pada pasar lebih menekankan hubungan pasar, seperti insentif keuangan dan pengawasan, dan kurang mempertimbangkan aspek sosial dan moral yang mungkin juga dapat berpengaruh terhadap perilaku agen, serta relevansi dalam konteks budaya yang berbeda menjelaskan hubungan antara prinsipal dan agen bisa dipengaruhi oleh norma-norma sosial yang tidak sepenuhnya dijelaskan oleh teori keagenan.
Di Indonesia, teori keagenan sangat relevan terutama setelah munculnya kasus-kasus besar terkait kecurangan laporan keuangan, seperti yang terjadi dalam skandal Garuda Indonesia dan perusahaan-perusahaan BUMN lainnya. Dengan dilakukannya penerapan yang tepat dan ketat terhadap peraturan pemerintah melalui LAPORAN TAHUNAN OJK 2020 dan penguatan tata kelola perusahaan yang baik, teori keagenan menjadi kerangka penting dalam memahami konflik kepentingan dan asimetri informasi diantara menajer dan pemegang saham.
2.1.1 Laporan Keuangan
Laporan keuangan merupakan salah satu alat penting dalam manajemen keuangan perusahaan dan memainkan peran kunci dalam pengambilan keputusan oleh berbagai pemangku kepentingan, seperti manajemen, pemegang saham, investor, kreditor, pemerintah, dan publik. Laporan ini mencerminkan hasil dari aktivitas keuangan suatu entitas selama periode tertentu dan digunakan sebagai dasar untuk menilai kinerja, kondisi keuangan, serta potensi keberlanjutan perusahaan.
Menurut (Ikatan Akuntan Indonesia, n.d.) menjelaskan laporan keuangan adalah bagian dari proses pelaporan keuangan yang lengkap, dalam Standar Akuntansi Keuangan. Proses ini terdiri dari neraca, alaporan laba rugi, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, serta catatan atas laporan keuangan.
Laporan keuangan harus disusun berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, sehingga dapat memberikan informasi yang relevan, andal, dapat dibandingkan, dan dapat dipahami oleh para penggunanya. Selain itu, laporan keuangan harus mencerminkan keadaan yang sebenarnya (true and fair view) atas posisi keuangan dan kinerja entitas.
A. Komponen Laporan Keuangan
1. Laporan Posisi Keuangan atau Neraca (Balance Sheet)
Merupakan laporan yang mencerminkan posisi keuangan suatu entitas pada tanggal tertentu. Ini mencakup aset (harta), kewajiban (liabilitas), dan ekuitas pemegang saham (modal). Neraca memberikan gambaran tentang seberapa besar aset perusahaan dan bagaimana aset tersebut didanai, baik dari ekuitas atau pinjaman. Contoh: Aset terdiri dari aset lancar (kas, piutang) dan aset tetap (bangunan, peralatan), sedangkan kewajiban dapat berupa utang jangka pendek maupun Panjang (Donald E. Kieso et al., 2014).
2. Laporan Laba Rugi (Income Statement)
Menunjukkan kinerja keuangan perusahaan selama periode tertentu, dengan menyajikan pendapatan, beban, laba, atau rugi bersih. Ini memberikan wawasan tentang kemampuan entitas untuk menghasilkan keuntungan dari operasi bisnisnya. Contoh: Laporan laba rugi menguraikan total pendapatan yang dihasilkan, pengurangan beban operasional, pajak, dan menghitung laba bersih pada akhir periode (Donald E. Kieso et al., 2014).
3. Laporan Perubahan Ekuitas (Statement of Changes in Equity)
Menggambarkan perubahan ekuitas pemegang saham selama periode tertentu, termasuk laba ditahan, kontribusi modal, dan distribusi dividen. Ini penting untuk memahami pergerakan modal dan bagaimana laba perusahaan dibagikan kepada pemegang saham. Contoh: Perubahan modal yang terjadi akibat laba bersih atau dividen yang dibagikan (Donald E. Kieso et al., 2014).
4. Laporan Arus Kas (Cash Flow Statement)
Melaporkan arus kas masuk dan keluar yang dihasilkan dari aktivitas operasi, investasi, dan pendanaan. Laporan ini penting untuk menilai likuiditas perusahaan, atau seberapa baik bisnis memenuhi kewajiban jangka pendek dan mendanai investasi baru. Contoh: Kas dari operasi (penjualan), investasi (pembelian aset tetap), dan pendanaan (penerbitan saham atau utang) (Donald E. Kieso et al., 2014).
5. Catatan atas Laporan Keuangan (Notes to the Financial Statements)
Menyediakan penjelasan rinci mengenai kebijakan akuntansi yang digunakan dan mendapatkan informasi tambahan untuk mengetahui laporan keuangan secara keseluruhan. Catatan ini dapat mencakup penjelasan tentang komitmen, kontinjensi, metode depresiasi yang digunakan, dan penjelasan aset atau kewajiban tertentu (Donald E. Kieso et al., 2014).