PEMENUHAN HAK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS DISEKOLAH INKLUSI
Devi Febriana_2000002004
devi2000002004@webmail.uad.ac.id
Setiap anak memiliki ciri khas serta kelebihan yang berbeda satu sama lain. Anak dengan kebutuhan khusus merupakan salah satu contoh perbedaan ciri khas dari seorang anak. Perbedaan tersebut harus diapresiasi dengan baik oleh individu yang berada dilingkungan anak. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) pada tahun 2014 kembali mendapat laporan tentang kasus dugaan kekerasan terhadap Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) berusia 14 tahun hingga menimbulkan luka fisik, yang telah dilakukan oleh pihak sekolah. Laporan yang diterima KPAI 2014 terkait kekerasan fisik pada ABK juga terjadi disekolah yang berbasis boarding school. Terkait kasus tersebut KPAI memberikan rekomendasi kepada Kemendikbud agar melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan boarding school untuk anak berkebutuhan khusus. Tindakan preventif dari pemerintah untuk meredakan maraknya kasus kekerasan atau diskriminasi pada anak dianggap sangat perlu dilakukan. Kegiatan evaluasi serta monitoring penyelenggaraan sekolah untuk ABK harus dilakukan semaksimal mungkin. Dalam hal ini, pemerintah juga mempunyai andil yang besar terkait posisinya sebagai pembuat undang-undang bagi perlindungan warga negara.
Tindak kekerasan serta diskriminasi yang diterima oleh ABK di Indonesia sepertinya belum menjadi masalah bagi masyarakat luas. Hal tersebut menunjukkan tingkat kepedulian masyarakat dengan kehidupan ABK yang masih rendah. Seorang ABK di kulonprogo ditolak oleh sebuah sekolah saat mendaftar tanpa alas an yang jelas (Tribun Jogja, 2014). Hal ini menunjukkan belum semua sekolah memiliki visi yang jelas dalam mengakomodir Pendidikan bagi siswa berkebutuhan khusus. Pihak sekolah sebagai Lembaga formal penyelenggara Pendidikan seharusnya tidak mempermasalahkan masalah fisik peserta didik. Dampak lingkungan sosial bagi perkembangan mental atau psikologi anak harus benar-benar disadari ole semua pihak terkait. Sekolah yang perlu diketahui sebagai salah satu lingkungan yang bernuansa Pendidikan harus menerapkan prinsip-prinsip kesamaan hak bagi semua peserta didik tanpa terkecuali bagi anak ABK.
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)
Menurut mulyono (2006;26) anak berkebutuhan khusus diartikan sebagai anak yang mempunyai kecacatan atau yang menyandang ketunaan, dan anak berbakat. Seiring perkembangannya kenunaan dapat diartikan sebagai berkelainan atau luar biasa. Konsep ketunanan cenderung mengarah pada orang yang mempunyai kecacatan sedangkan konsep kelainan atau luar biasa anak yang menyandang ketunaan maupun yang memiliki keunggulan. Menurut Heward 2003 anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai karakteristik berbeda dengan anak pada umumnya tetapi tidak berarti perbedaan tersebut selalu mengarah kepada ketidak mampuan secara mental, emosi atau fisik. Menurut Mangusong 2009 anak berkebutuhan khusus atau luar biasa adalah anak yang mempunyai perbedaan dalam hal: ciri-ciri mental, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, maupun campuran dari dua atau lebih. Hal-hal diatas dari rata-rata anak normal ia memerlukan perubahan yang mengarah pada perbaikan tugas-tugas sekolah, metode belajar atau pelayanan lainnya, yang bertujuan untuk mengembangkan potensi atau kemampuannya secara maksimal. Berdasarkan dari beberapa pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai ciri khas berbeda dibandingkan anak pada umumnya, dimana ciri khas tersebut terkait dengan fisik, emosi, maupun mental yang berada dibawah maupun diatas rata-rata anak pada umumnya.
Hak-Hak Anak Berkebutuhan Khusus
Anak-anak berkebutuhan khusus mempunyai kesetaraan dengan warga negara lainnya termasuk hak Pendidikan. Kesetaraan hak mereka dengan warga negara lain ditegaskan dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar1945 yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.undnag Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional juga mengatur secara khusus. Menurut pasal 52 Undang-Undang Republik Indonesia No 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa “ Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesbilitas untuk memperoleh Pendidikan Khusus.” Artinya bahwa anak dengan kecerdasan dan bakat istimewa juga termasuk anak yang memerlukan penanganan kusus sehingga berhak diikutsertakan dalam Pendidikan khusus. Menurut pasal 3 Permendiknas No 7- tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi menyatakan bahwa “ setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa berhak mengikuti Pendidikan secara inklusif pada satuan Pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Peraturan Pemetintahan republic Indonesia Nomor 72 tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Biasa menyatakan bahwa peserta didik berkebutuhan kghusus mempunyai hak yaitu:
- Memperoleh perlakuan sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, dan kelainannya
- Memperoleh Pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya
- Mengikuti program Pendidikan yang bersangkutan atas dasar Pendidikan berkelanjutan, baik untuk mengembangkan kemampuan diri maupun untuk memperoleh pengakuan tingkat Pendidikan tertentu yang telah dibekukan
- Memperoleh bantuan fasilitas belajar, beasiswa, atau bantuan lain sesuai dengan kelainan yang disandang dan persyaratan yang berlaku
- Pindah ke sekolah yang sejajar atau melanjutkan ke tingkat yang lebih tinggi sesuai dengan Kelaina yang disandang dan persyaratan penerimaan siswa pada sekolah yang hendak dimasuki
- Memperoleh penilaian hasil belajar
- Menyelesaikan program Pendidikan lebih awal dari waktu yang ditentukan
- Memperoleh pelayanan khsusu sesuai dengan jenis kelainan yang disandang