Pajak merupakan salah satu pendapatan utama negara yang digunakan sebagai sumber pembiayaan belanja negara. Partisipasi Wajib Pajak dalam menjalankan kewajiban perpajakannya sangat diperlukan, agar pemerintah dapat menjalankan roda pemerintahan dan perekonomian negara dengan baik. Berdasarkan UU No. 28 Tahun 2007 pasal 1 ayat 1 sebagaimana telah diubah di UU No. 5 Tahun 2008, pajak merupakan kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang- undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Tax Avoidance merupakan upaya penghindaran pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak secara secara sadar tanpa bertentangan dengan ketentuan perpajakan yang berlaku, dengan menggunakan metode dan teknik yang memanfaatkan kelemahan berupa grey area, yang terdapat pada undang-undang dan peraturan perpajakan itu sendiri, dengan tujuan memperkecil jumlah pajak yang terhutang (Pohan, 2019). Tax Avoidance dianggap sebagai strategi yang baik untuk perusahaan dalam meminimalisir pajak terhutang secara legal, karena dapat mengurangi beban pajak dengan memanfaatkan celah (loopholes) yang terdapat pada undang-undang perpajakan yang berlaku. Namun, praktik tax avoidance tentu dapat merugikan pendapatan yang seharusnya diterima oleh negara.
Kasus penghindaran pajak yang terjadi di tahun 2019 dilakukan oleh PT. Adaro Energy Tbk, yang diduga melakukan praktik penghindaran pajak (tax avoidance). PT. Adaro Energy Tbk, diduga melakukan praktik penghindaran pajak dengan melakukan transfer pricing yaitu dengan memindahkan keuntungan dalam jumlah besar dari Indonesia ke perusahaan di negara yang dapat membebaskan pajak atau memiliki tarif pajak yang rendah, hal tersebut dilakukan sejak tahun 2009 hingga 2017. PT. Adaro Energy Tbk, diduga telah melakukan praktik tersebut, sehingga perusahaan dapat membayar pajak sebesar Rp 1,75 triliun atau sebesar US$ 125 juta lebih rendah dibandingkan jumlah yang seharusnya dibayarkan diIndonesia. Berdasarkan kasus tersebut, pengindaran pajak yang dilakukan yaitu dengan cara melakukan transfer pricing (www.globalwitness.org).
Salah satu perencanaan perpajakan banyak dilakukan oleh perusahaan multinasional yaitu dengan melakukan transfer pricing yang digunakan untuk menggeserkan kewajiban perpajakannya perusahaan kepada beberapa perusahaan global dengan tarif pajak rendah, dari negara dengan tarif pajak tinggi, sehingga akan menghasilkan keuntungan pada anak perusahaannya. Cara ini banyak dilakukan oleh perusahaan multinasional yang melakukan transaksi dengan menetapkan harga transfer yang rendah kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa yang selanjutnya akan dijual dengan harga yang tinggi, sehingga mendapatkan keuntungan yang besar, namun dikenakan pajak dengan tarif rendah. Transfer pricing dapat terjadi pada perusahaan yang memiliki tujuan laba tinggi, sehingga penghindaran pajak merupakan salah satu caranya. Perusahaan yang memiliki laba atau profit yang tinggi cenderung akan melakukan penghindaran pajak agar pajak yang dikenakan menjadi rendah. Laba atau keuntungan yang dihasilkan oleh suatu perusahaan erat kaitannya dengan kemampuan profitabilitas perusahaan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H