Lihat ke Halaman Asli

Devid Saputra

Dosen UIN Raden Intan Lampung

Pajak, Pendidikan, dan Visi Indonesia Emas 2045

Diperbarui: 30 Juni 2024   09:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dokpri

Saat ini, kita tengah menghadapi berbagai fenomena yang mencemaskan di sektor pendidikan. Salah satu isu yang paling menyita perhatian publik belakangan ini adalah kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di sejumlah perguruan tinggi negeri. Kenaikan ini telah memicu keresahan di kalangan mahasiswa dan orang tua, memunculkan aksi protes hingga akhirnya pemerintah membatalkan kebijakan tersebut.

Namun, isu kenaikan UKT bukanlah satu-satunya permasalahan yang meresahkan. Kondisi fisik sekolah-sekolah di berbagai daerah juga memprihatinkan. Masih banyak sekolah yang mengalami kerusakan parah, mengganggu proses belajar mengajar, dan menurunkan kualitas pendidikan.

Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), masalah kerusakan ruang kelas paling banyak ditemui di jenjang Sekolah Dasar (SD). Pada tahun ajaran 2021/2022, tercatat bahwa 60,60% ruang kelas SD mengalami kerusakan ringan atau sedang. Angka ini menunjukkan peningkatan sebesar 3,47% dibandingkan dengan tahun ajaran sebelumnya yang sebesar 57,13%. 

Di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), sebesar 53,30% ruang kelas mengalami kerusakan ringan atau sedang. Persentase ini juga meningkat, yaitu sebesar 2,74% dibandingkan tahun ajaran 2020/2021 yang berada di angka 50,56%. Sementara itu, untuk Sekolah Menengah Atas (SMA), 45,03% ruang kelas mengalami kerusakan ringan atau sedang pada tahun ajaran 2021/2022. 

Angka ini naik sebesar 2,16% dibandingkan tahun ajaran sebelumnya yang tercatat sebesar 42,87%. Adapun di jenjang Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), tercatat 45,23% ruang kelas mengalami kerusakan ringan atau sedang pada tahun ajaran 2021/2022. Persentase ini meningkat sebesar 2,27% dibandingkan setahun sebelumnya yang sebesar 42,96%.

Pada APBN 2024, anggaran pendidikan ditetapkan sebesar Rp. 660,8 triliun, atau 20 persen dari total APBN. Dana tersebut dialokasikan sebagai berikut: belanja pemerintah pusat sebesar Rp. 237,3 triliun, transfer ke daerah mencapai Rp. 346,6 triliun, dan pembiayaan investasi sebesar Rp. 77 triliun. 

Jumlah ini menunjukkan peningkatan dibandingkan dengan tahun 2023 yang memiliki anggaran pendidikan senilai Rp. 612,2 triliun. (Sumber: diolah dari Nota Keuangan dan RAPBN 2024, Kementerian Keuangan). Pendanaan ini ditujukan untuk berbagai proyek yang bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

Fenomena ini tentu menjadi tamparan bagi visi Indonesia Emas 2045. Visi yang dicita-citakan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maju dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, kompetitif, dan berdaya saing tinggi akan sulit tercapai jika fondasi pendidikan kita masih rapuh. Pendidikan adalah modal utama dalam mencetak generasi emas yang mampu membawa Indonesia melangkah lebih jauh di kancah internasional.

Untuk menjawab permasalahan ini, peran strategis dari pajak menjadi sangat penting. Pajak adalah sumber utama penerimaan negara yang digunakan untuk membiayai berbagai program pembangunan, termasuk di sektor pendidikan. 

Dengan meningkatnya penerimaan pajak, pemerintah dapat lebih leluasa menyediakan anggaran yang memadai untuk perbaikan infrastruktur sekolah, peningkatan kualitas guru, serta subsidi biaya pendidikan bagi mereka yang kurang mampu.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline