Open Economy semakin gencar terjadi antar negara sejak meningkatnya kebutuhan yang tidak dapat dipenuhi dari individu negara. Hal yang menjadi ciri khas dari open economy ialah adanya ketetapan exchange rate serta juga kemudahan pertukaran capital yang terjadi antar negara (Bain, 2003). Jika kita berfokus pada ciri khas kedua, capital, hal ini bila diamati cukup dekat dengan keseharian kita.
Beberapa barang-barang kita mungkin saja bukan berasal asli dari dalam negeri, melainkan impor. Tak hanya berhenti pada jenis capital berupa barang. Mungkin jika kita termasuk yang ikut bermain di pasar valuta asing dan saham global juga akan dekat dengan manfaat dari adanya open economy. Kita dapat bertukar keuntungan dari penanaman modal yang tidak hanya di dalam negeri.
Tak hanya itu, negara pun juga dapat menjadi tokoh penikmat adanya capital inflow atau permodalan asing yang masuk di era open economy ini. Permodalan asing yang masuk memiliki pengaruh sebagai modal pembangunan ekonomi negara.
Hal yang baru kita bahas ini ialah sedikit euforia mengenai bagaimana sumbangsih keterbukaan ekonomi atau open economy suatu negara pada kemudahan dalam bertukar beban capital atau modal.
Sederhananya dengan ekonomi yang semakin terbuka, semakin mudah untuk agen ekonomi yang suatu negara miliki melakukan diversifikasi risiko (risk diversification) dalam rangka upaya menanamkan modal pada berbagai sektor yang berbeda-beda demi memperkecil resiko investasi yang dihadapi. Mengingat beragamnya jenis pertukaran modal yang tidak hanya pada tingkat domestik.
Namun bukan ilmu ekonomi yang ideal apabila pondasi historis yang ada tidak dipertimbangkan. Sangat rawan kita terjebak dalam euforia yang ada, ketika kita ahistoris.
Jika ditarik pada rentang berjalannya open economy, beberapa fenomena telah terjadi pada pasar global. Termasuk adanya krisis keuangan ekonomi. Yang pada kenyataannya krisis ini juga disebabkan dari adanya kemudahan pertukaran modal antar negara dengan seiring meningkatnya permintaan pada pasar stock. Fenomena dominan yang terjadi ketika permintaan di pasar stock meningkat ialah peningkatan harga yang berakhir bubble economy.
Amerika Serikat(AS), pada tahun 1990an hingga 2008 menjadi tokoh yang terkena dampak bubble economy. Pada masa keterbukaan ekonomi di masa tersebut, investor yang bermain pada aset AS tidak main-main jumlahnya. Keterlibatan investor asing melimpah.
Hal ini yang pada akhirnya membawa harga aset di AS meningkat tajam. Pada masa tersebut sebenarnya sempat membawa kepuasan sementara karena tingginya harga aset. Para investor yang terlibat cukup meyakini akan adanya return yang tinggi sesaat setelah peningkatan harga.
Dan benar adanya, bubble economy yang terjadi pada AS itu membawa peningkatan return bagi para investor. Sayangnya hal inilah yang populer disebut irrational exuberance, atau kelegaan yang tidak rasional karena adanya cuan yang seoalah pasti meningkat dan membawa kelegaan pada agen ekonomi, padahal sebenarnya bubble tersebut membahayakan ketika pecah karena suatu kondisi kedepan. Harga bisa merosot serendah-rendahnya, setelah cukup lama tinggi.
Dan itulah yang terjadi pada AS di masa tersebut, para investor kehilangan return tingginya dan mulai mengubah cara pandangnya pada pasar, uncertainty response.