Lihat ke Halaman Asli

Budaya Antri di Negeriku, Negeri yang katanya Santun?

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:31

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata orang, negeriku adalah negeri dengan budaya yang santun, karena negeriku adalah negeri yang menganut adat ketimuran. Dimana cara hidup santun yang berkembang dan dimiliki bersama oleh orang-orang terdahulu diwariskan dari generasi ke generasi.Yaa, itu karena budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh, memiliki sifat yang kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya yang turut menentukan perilaku. Di negeriku berkembang banyak sekali budaya, tapi budaya yang akan aku jabarkan disini adalah budaya antri. Kenapa budaya antri? Karena menurutku budaya antri merupakan salah satu budaya yang apabila tidak diterapkan dengan baik maka akan menjadi sumber pemicu terjadinya masalah. Lalu apa hubungan budaya antri dengan negeri yang santun? Tentu saja ada. Negeri yang santun itu tercermin dari masyarakatnya yang mencintai budaya, termasuk budaya antri. Karena budaya antri punya sumbangsih yang cukup besar dalam menciptakan sebuah keteraturan.

Tapi..

Ku rasa kini budaya antri di negeriku sudah mulai mengalami penurunan bahkan kemerosotan. Benarkah? Bayangkan saja kemacetan di pagi hari. Kita semua pasti pernah merasakannya. Akan kita temui banyak deretan kendaraan yang berjejer memaksa untuk saling mendahului melajukan kendaraannya. Mengapa begitu? Bukankah sudah ada lampu lalu lintas? Yaa, lampu lalu lintas memang ada, akan tetapi itupun tak sanggup untuk menghentikan ketidakdisiplinan para pengguna jalan dalam menerapkan budaya antrinya. Mereka seakan lupa bahwa mereka sedang berada di dalam negeri yang terkenal dengan budaya santunnya ini.

Masih belum yakin? Kalau begitu coba tengok di stasiun atau halte transjakarta, dimana banyak orang yang saling memaksa masuk ke dalam gerbong kereta maupun bus transjakarta. Mereka bahkan seolah tak peduli dengan orang-orang di sekeliling mereka, yang terpenting mereka bisa segera masuk walaupun harus dorong-dorongan kasar yang tak luput memakan korban. Bahkan anak kecil, lansia, maupun ibu hamil pun turut menjadi korbannya.

Dari kasus-kasus yang telah dijabarkan, sebenenarnya apa sih untungnya mereka melakukan hal tersebut? Coba kita kaji dari mulai ketidakdisiplinan pengguna jalan raya. Apakah dengan saling berebut untuk mengemudikan kendaraannya mereka akan cepat sampai? Hmm, faktanya jalanan malah makin semrawut karena banyak orang-orang yang tidak menerapkan budaya antri, mereka semua hanya mau menang sendiri. Akibatnya jalanan bertambah macet, bahkan kadang tindakan tak mau antri tersebut menyebabkan kecelakaan yang cukup sering memakan korban jiwa. Lalu bagaimana dengan penumpang kereta dan transjakarta? Tak jauh beda, karena sikap tak mau antri dan saling dorong-dorongan kasar yang mereka lakukan itu pun akhirnya mengakibatkan jatuhnya penumpang saat melangkah masuk pintu kereta ataupun pintu bus, tergencet di pintu, dan hal-hal menyeramkan lainnya.

Kalau sudah begini, sebenarnya salah siapa? Jika hanya memepertanyakan siapa yang salah maka tidak akan pernah ada yang mau mengakuinya. Semua pasti akan mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah dan balik menyalahkan orang lain. Menurut saya tidak ada yang salah disini. Masyarakat tidak salah, pengelola transjakarta maupun kereta tidak salah. Hanya saja.. masyarakat belum menyadari mengenai pentingnya budaya antri, dan pengelola kendaraan pun belum sepenuhnya memfasilitasi masyarakat dalam menerapkan budaya antri. Padahal menurut saya budaya antri akan sangat bermanfaat menciptakan sebuah keteraturan apabila semua orang mau menerapkan budaya tersebut.

Dua contoh di atas hanya sebagian kecil dari budaya antri, karena sesungguhnya budaya antri dapat diterapkan dimana saja, termasuk dalam dunia pendidikan, dunia kerja, dan sebagainya. Jadi, disini saya ingin mengajak kalian untuk menerapkan budaya antri, mulai dari hal yang kecil dulu, mulai bergerak, dan mulai sekarang. Bisa kan? Karena sebagai masyarakat yang cerdas kita harus menciptakan perubahan, bukan hanya duduk manis menunggu perubahan itu datang! Yuuk terapkan budaya antri :)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline