Lihat ke Halaman Asli

Devi P. Wihardjo

Hidup Yang Menghidupkan

Sebuah Kritik Peradaban: Predator itu Bernama Waktu

Diperbarui: 18 November 2021   18:20

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Semua manusia hampir tak pernah bisa melawan waktu, manusia menjadi tua dengan begitu saja karena waktu yang tak bisa dilawan, ya..waktu punya kesamaan dengan sembilu yang diam ditempat tapi kita sendiri yang datang padanya. Bahkan ada yang menyebut waktu itu uang, ada juga yang menyebut waktu adalah dewa kematian, waktu bisa punya banyak warna, rasa dan bentuk.

Waktu juga bisa menuju dimensi sosial dan budaya, setiap negara punya persepsi beragam soal waktu, ada yang menganggap waktu lebih berharga daripada nyawa ada juga yang menganggap waktu itu sefleksibel karet yang bisa dibentuk dan dimaknai sesuka hati.

Namun, bisakah kita melawan waktu?, bisakah kita tak diperbudak waktu?, lalu mengapa banyak manusia yang justru memberontak kekakuan waktu.

Kira-kira beginilah dimensi waktu secara objektif dalam pikiran manusia:

 "Kau sudah tua, lalu mengapa bertingkah seperti anak muda?, kau pantas kupanggil kakak tapi mengapa kau lebih suka setara?"

"Kau masih muda tapi suka sekali bertingkah layaknya orangtua, masih sekolah pacarmu kau panggil mama/papa padahal menikahpun kau belum"

"Kau rela membuat roda waktu berjalan lamban dengan merawat diri hingga orang tak sadar kau menua"

"Kau bekerja siang malam, hujan panas, lalu kau membohongi diri dengan bilang tak punya waktu"

"Kalau kau lahir lebih dahulu dari aku maka pantaslah kupanggil kakak, jika aku lebih lambat lahir darimu pantaslah kau panggil aku adik, begitu caraku menghormatimu"

Lalu saya berontak dan mengkritik manusia-manusia yang gagal paham soal waktu itu

Saya dalam hening dan kesendirian sebab saya berjalan di Lorong sepi tanpa teman, memeluk sendu senja didalam pelukan dingin. Melihat langit-langit peradaban yang mulai riuh dengan persepsi manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline