Jika kamu bertanya padaku apa yang paling kusuka? Jawabannya adalah 'kata'. Ya, aku menyukai kata-kata. Aku suka mengamati barisan kata-kata yang termuat dalam novel, cerpen, buku biografi, hingga yang ada di koran atau konten media sosial sekalipun.
Aku juga suka menyimak kata-kata yang disampaikan orang lain manakala ia bercerita, berpidato, atau sekadar berbincang ringan. Aku suka menikmati suara yang terdengar manakala ia berbicara, seperti apa gaya bicaranya, atau diksi apa yang sering ia gunakan. Pokoknya aku suka kata, aku suka bahasa. Dan, semua itu ada ceritanya.
Awal Mula Suka Bahasa
Adalah salah ketika kamu mengira aku telah suka kata-kata sejak kecil. Salah besar. Aku mulai menyukai aktivitas ini sejak duduk di bangku SMA. Bukan aku yang menyadarinya, tetapi guruku, bapak guru bahasa Indonesia.
Tiba-tiba saja beliau mendatangiku ketika kelasnya sedang berlangsung. Katanya, "kalau kamu kuliah ambil jurusan bahasa, ya." Bukannya menjawab "kenapa harus bahasa, Pak?", aku langsung menjawab, "tidak, Pak. Saya mau ambil jurusan sosiologi saja. Saya pengen jadi sosiolog."
Seandainya diberi kesempatan bertemu langsung dengan beliau, ingin kukatakan dengan bangga bahwa sekarang aku kuliah di jurusan bahasa, lebih tepatnya di jurusan Bahasa dan Sastra Arab di salah satu universitas Islam. Pun, sungguh disayangkan, ketika aku sudah mengenali renjanaku di bidang bahasa, pak guru sudah pindah dari SMA kami.
Pengalaman Belajar Bahasa Otodidak
Masa-masa SMA aku anggap sebagai masa terbaik karena pada masa inilah kecintaanku terhadap bahasa mulai tumbuh. Aku suka pelajaran bahasa Indonesia, sangat antusias belajar bahasa Inggris, sangat menantikan pelajaran bahasa Jawa, dan tidak sabar untuk belajar bahasa Prancis. Meskipun begitu, aku tetap menyukai mata pelajaran ilmu sosial, terutama sejarah dan sosiologi.
Mempelajari bahasa di sekolah membuatku tidak puas. Rasanya masih ada yang kurang, salah satunya karena terbatasnya jumlah jam pelajaran. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, aku mengajukan ke ibuku untuk ikut kursus bahasa Inggris. Sayangnya, permintaanku ditolak. Lebih baik kursusnya nanti saja kalau mau ujian nasional (UN). Lama sekali, padahal waktu itu aku masih kelas X.
Tak mau semangatku luntur begitu saja, aku mulai mencari alternatif lain. Yap, memanfaatkan Google untuk belajar. Akan tetapi, belajar lewat website tidak membuatku cepat paham. Aku malah dibikin pening karena banyaknya pilihan bahan belajar. Untungnya, aku menemukan salah satu website yang di dalamnya menjual buku dan mendapatkan testimoni yang bagus dari pembacanya. Sejak saat itu, aku mulai membagi uang sakuku menjadi dua, untuk jajan dan beli buku. Perlu beberapa bulan sampai akhirnya buku bahasa Inggris itu berhasil aku beli. Bahkan, saat aku sudah menginjak kelas XI.
Senang sekali mendapati kenyataan buku tersebut sangat cocok kugunakan untuk belajar secara mandiri. Dari situ aku semakin paham dengan konsep bahasa Inggris dan sangat bersemangat dalam mempelajarinya, terutama ketika pelajaran bahasa Inggris sedang berlangsung di dalam kelas.
Selain bahasa Inggris, mempelajari bahasa Prancis di kelas juga menjadi kesenangan tersendiri bagiku. Kebetulan selama lima semester di SMA aku mendapatkan mata pelajaran ini sebagai lintas minat untuk jurusan IPS. Nilai bahasa Prancisku termasuk yang tertinggi di kelas dan aku sempat terpilih untuk mengikuti lomba cerdas cermat (LCC) bahasa Prancis tingkat SMA yang diselenggarakan oleh UNNES. Meskipun tersisih pada babak 5 besar, aku merasa bangga karena bisa mewakili sekolahku.