Lihat ke Halaman Asli

Laguku Ya Punyaku, Kamu Jangan Ikut-Ikutan

Diperbarui: 29 Desember 2023   18:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ketika berbicara tentang musik, saya rasa kita akan sepakat bahwa tidak akan pernah ada habisnya. Musik yang dahulu hanya dianggap sebagai hiburan semata, kini berubah fungsi salah satunya untuk sarana aktualisasi diri dan pemenuhan ego.

Saya teringat sebuah momen pada tahun 2016, Ketika saya masih berwujud seorang bocah kelas 8 SMP yang menemukan sebuah lagu berjudul "Waktu yang Salah" oleh Fiersa Besari. Jika kita bicara dalam konteks masa sekarang, tentu saja semua orang tau lagu-lagu Fiersa Besari. namun perlu diketahui pada tahun 2016, mengetahui bahwa ada seseorang yang hidup dengan nama Fiersa Besari saja sudah keren sekali.

Saat menemukan lagu tersebut saya merasa seperti menemukan hidden gem di tengah gempuran lagu Electronic Dance Music (EDM) yang sedang populer saat itu. Saya merasa spesial dan berniat untuk tidak menyebarkannya pada orang lain. Saya juga memperkirakan hanya segelintir orang yang tahu tentang keberadaan lagu ini, segelintir orang keren yang sering disebut "anak senja".

Namun semua berubah pada tahun 2017. Ketika tiba-tiba lagu "Waktu yang Salah" muncul kembali dan menjadi hits dimana mana. Saya tidak tau bagaimana caranya menyebar tetapi satu hal yang bisa saya pastikan adalah : Lagu ini telah diketahui banyak orang.

Perasaan saya campur aduk. Namun rasa rasanya lebih banyak sedihnya, lagu yang saya simpan untuk diri saya sendiri selama 2 tahun kini menjadi milik bersama. Lagu yang tadinya memiliki tempat spesial di hati saya berubah menjadi membosankan karena semua orang sudah membicarakannya. Rasanya ingin sekali saya teriak "Gua udah tau duluan!".

Belakangan ini saya akhirnya mengetahui bahwa ada sebuah terminologi untuk menyebut fenomena ketidakrelaan ini. Lebih tepatnya sebutan gaul dari kalangan generasi Z yaitu "Gatekeeping"

Gatekeeping secara Bahasa berarti menjaga gerbang, membatasi, atau memagari. Gerbang yang dijaga disini ialah hal-hal yang menurut kita menarik dan tidak banyak orang yang tau. Sehingga ada perasaan spesial tersendiri ketika kita melakukannya.

Fenomena gatekeeping ini tidak terbatas hanya pada dunia musik, melainkan bisa dalam bidang apapun seperti misalnya ketidakrelaan jika kafe favorit kita menjadi viral dan jadi ramai orang berkunjung.

Dari fenomena gatekeeping ini khususnya di dunia musik, mari kita menilik alasan-alasan pemicunya dari perspektif seorang pelaku.

Pertama, adanya keterikatan emosional antara kita dengan lagu favorit. Mari kita analogikan lagu favorit sebagai anak kucing yang kita temukan di jalan. Kita menemukannya di gang kecil yang tidak banyak orang tau dan peduli. Kita merawatnya dengan penuh rasa kasih sayang. Tiba-tiba di suatu hari ramai orang datang ke rumah untuk melihat dan bermain dengan kucing kita. Tentunya hal ini terasa menjengkelkan, karena mereka tinggal menikmati bukan seperti kita yang menemukan.

Kedua, Rasa waswas jikalau dunia akan merusak esensi lagu kita. Seringkali lagu tertentu kita kaitkan dengan suatu emosi yang ada dalam diri kita. Misalnya lagu sedih yang penuh makna, jika lagu ini masuk ke dalam platform mainstream seperti tiktok maka ada potensi lagu ini untuk di remix dan menghilangkan kesakralan yang biasa kita rasakan ketika mendengarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline