Lihat ke Halaman Asli

Deti Rahmadanti

Mahasiswa Ekonomi Pembangunan Fakultas ekonomi dan bisnis universitas Bengkulu

Tempat Wisata Penuh Akan Sampah, Akankah Hal Ini Menjadi Tanggung Jawab Kita atau Pemerintah?

Diperbarui: 10 Desember 2023   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Keberadaan sampah dalam luang lingkup kawasan wisata sangat memprihatinkan dengan kondisi sampah yang lebih mencolok ketimbang daya tarik wisata itu sendiri. Padahal wisata alam merupakan tempat rekreasi sebagai tujuan untuk melepas penat diakhir pekan. Namun tak jarang tempat-tempat wisata yang awalnya indah dan bersih lambat laun menjadi kawasan yang mejijikkan, dengan bertaburannya sampah bekas wisatawan, yang disebabkan oleh para pengunjung dengan kebiasaan  membuang sampah sembarangan.

 Bilamana penanganan tidak dilakukan dengan baik, sampah akan mencemari ekosistem darat dan air yang akan menjadi ancaman kesehatan bagi manusia, sama halnya dengan wisata pantai panjang yang terletak di provinsi Bengkulu, selain menyajikan pemandangan deburan ombak, pantai ini juga menarik perhatian wisatawan dengan panjang garis pantai mencapai lebih dari 7 kilometer. Hal ini sangat menguntungkan bagi para pedagang dengan usaha yang memfasilitasi para wisatawan untuk berkunjung. Namun, semakin banyak pengunjung akan semakin banyak pula sampah yang di hasilkan, dan inilah yang akan menjadi permasalahan berkelanjutan tanpa penyelesaian efektif yang membuatnya akan terus menerus menjadi permasalan besar.

Berdasarkan data dari hasil pemantauan KLHK tahun 2021 jumlah sampah Nasional yaitu sebanyak 68.5 juta ton dan persentase sampah plastik sebanyak 17% dari atau sekitar 11,6 juta ton. Termasuk dikawasan Pantai Panjang Bengkulu, sampah ini berasal dari pedagang atau pembeli di Pantai Panjang. Di Indonesia sendiri komposisi sampah terdiri dari 49 % sampah organik, 22 % sampah plastik, 12 % sampah kertas, PET 7 %, dan jenis lainnya berupa kaca, logam, kain dan sampah B3. Penggunaan plastik yang biasanya dibilang praktis ternyata sangat menjadi beban dalam penguraiannya.

Sebenarnya sampah ini bukanlah persoalan siapa dan siapa tapi sampah adalah persoalan kita semua, sudah banyak plang pemberitahuan untuk tidak membuang sampah sembarang dan selalu senantiasa menjaga kebersihan lingkungan, Tapi hal itu sepertinya tidak akan berguna bila kurangnya kesadaran diri kita dalam menerapkannya. Sampah tidak memandang ukuran, bungkus plastik permen yang kelihatannya kecil yang dibuang sembaranganpun sangat berdampak bagi ekosistem lingkungan.

Selain meningkatkan kesadaran diri masyarakat akan sampah, pemerintah juga harus mempunyai upaya dan strategi seperti yang dilaukan oleh Basarnas bengkulu pada 24 Februari 2023 kemarin dengan menggelar bersih-bersih pantai atau clean up di kawasan Pantai Panjang Bengkulu dalam upaya menumbuhkan kesadaran diri serta tanggung jawab kepada publik untuk menjaga kerbersihan lingkungan terutama di kawasan wisata seperti Pantai Panjang.

Tetapi efek bersih terhadap kawasan pantai panjang tidak bisa berlangsung lama karena nyatanya sampah diarea kawasan tersebut sudah bermunculan lagi sehingga pemerintah serta masyarakat harus menyelesaikan persoalan sampah dengan cara yang lebih efektif dari sebelumnya, semisalnya pemasangan kotak sampah yang telah dibagi sesuai jenis sampah organik, an organik, botol plastik dan sebaginya di area tempat wisata dengan jarak 100 meter dan memberi aturan dengan para pengelola usaha ditempat wisata juga harus menyediakan kotak sampah ditiap wilayahnya, agar para pengunjung dan masyarakat sekitar tidak ada alasan untuk tidak membuang sampah pada tempatnya, Serta penegakan sanksi yang tegas kepada pelanggar aturan sehingga akan timbulnya efek jera dan tentunya dapat meminimalisir akan pelanggaran tersebut.

Pengelolaan sampah di Indonesia juga terbilang kurang akan tempat daur ulang sampah yang memadai. Sehrusnya selain menggunakan metode open dumping dan sanitary landfill yang masih kurang efektif, karena masih banyak sampah yang tidak bisa terurai dengan cara ditimbun dengan tanah saja, sehingga akan tetap merusak ekosistem lingkungan dan metode dengan cara tersebut sudah lama dihilangkan oleh negara-negara maju contonya Jepang, maka sudah seharusnya Indonesia mengupgrade teknologi dibidang penanggulangan dan pengelolaan sampah dengan mendirikan perusahaan yang khusus mengelola sampah dengan cara mendaur ulang sampah yang telah dipisahkan yang sering disebut dengan 3R (Reuse, Reduce, dan Recycle).

Dalam upaya membantu pemerintah daerah untuk pengelolaan sampah yang lebih efektif maka tidak salah jika adanya seperti perhitungan kembali biaya retribusi sampah di daerah serta pembayaran retribusi sampah secara langsung ke dalam kas pemerintah daerah melalui digital pay dan Perpres 35 tahun 2018, juga memberikan dukungan kepada pemerintah daerah dengan memberikan bantuan biaya layanan dalam pengolahan sampah (BPLS) dengan nilai maksimal sebesar Rp 500.000 per ton, sehingga bukan hal yang tidak mungkin bila rancangan upaya pengeloaan tersebut dapat terealisasikan oleh pemerintah walaupun dengan bertahap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline