Lihat ke Halaman Asli

Detha Arya Tifada

TERVERIFIKASI

Content Writer

Piagam Asoka dan Borobudur: Wujud Toleransi Agama Umat Buddha di Nusantara

Diperbarui: 15 Desember 2022   19:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Potret Candi Borobudur dari Udara | Museum Volkenkunde

Toleransi bukan barang baru bagi umat Buddha di seantero negeri. Ajian untuk menghormati agama lainnya telah hadir sejak dulu kala. Kehadiran Piagam Asoka pada abad ke-3 Sebelum Masehi (SM) di India ada di baliknya.

Piagam Asoka menegaskan toleransi beragama adalah kunci kebesaran agama Buddha. Di Indonesia, wujud itu ditandai dengan hadirnya Wangsa Sailendra dan Candi Borobudur. Keduanya pun menjadi simbol kedewasaan umat Buddha untuk menghargai agama lainnya.

Tiada kata terlambat untuk perubahan. Itulah semangat yang kerap hadir kala menggambarkan sosok Raja Asoka dari Kekaisaran Maurya yang menguasai segenap daratan India pada abad ke-3 SM.

Ia awalnya dikenang sebagai pemimpin yang ambisius nan kejam. Ambisinya menggelegar. Semua itu sesuai namanya yang dalam bahasa Sanskerta Asoka berarti Tiada duka.

Asoka pun ingin menaklukkan seluruh kerajaan di India. Perang tak terhindarkan. Mayat dan darah sudah tak terhitung jumlahnya. Apalagi kala melawan Kerajaan Kalingga.

Ia tak peduli dengan kesedihan tiap kerajaan yang ditaklukkan. Sebab, satu-satunya yang Asoka pikirkan adalah kemenangan demi meluaskan kuasa. Nyatanya, kemenangan itu belakangan jadi 'bumerang' penyesalan bagi Asoka. 

Ia tak kuasa lagi menyaksikan sendiri banyak orang yang terdampak dalam peperangan. Perebutan takhta dan kekuasaan mengharuskannya bermusuh dengan siapa saja. Mereka yang kalah kehilangan segalanya: harta, keluarga, hingga nyawa.

Ia mulai beranggapan bahwa perang justru membawa lebih banyak mudharat ketimbang manfaat. Asoka pun mencoba menebus kesalahannya dengan mengubah takdirnya. Dari penguasa kejam ke penguasa yang bijaksana dan penuh cinta kasih.

Ajaran Siddhartha Gautama (Buddha) jadi pilihan utamanya. Ia mulai mengamalkan ajaran cinta kasih Sang Buddha dalam kehidupan sehari-hari. Demi menunjang kehidupan yang jauh dari penderitaan dan mendekatkan kedamaian di muka bumi.

Alih-alih merindukan peperangan, Asoka memilih untuk menyebarkan nilai-nilai perdamaian dan tanpa kekerasan. Kemudian, semangat Asoka diadopsi banyak orang, terutama Sang Pembebas India, Mahatma Gandhi pada awal abad ke-20. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline