Lihat ke Halaman Asli

Detha Arya Tifada

TERVERIFIKASI

Content Writer

Menikmati Ramadan (Tanpa) Emosi dan Dendam

Diperbarui: 26 Mei 2019   16:12

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

tahan emosi dan jangan dendam/ Pixabay by Pexels

Berjumpa seseorang yang beda pilihan politiknya, marah. Berjumpa seseorang yang pemikirannya beda dalam menilik masalah, marah. Serta berjumpa dengan seseorang yang kelihatan mendominasi diskusi, marah. Namanya saja sudah emosi, sudah meluap-luap, beda sedikit saja dengan yang diekspektasikan pikiran, maka akan dianggap seteru, dan menghasilkan hal-hal yang sering kali disebut dengan emosi, amarah, dan kemarahan.

Padahal, ini bulan baik, bulan yang penuh berkah, dan orang-orang menyebutnya dengan bulan Ramadan. Jika emosi tak mampu dikontrol dengan segera, maka berkah dan nilai ibadah takkan menghampiri dalam hidup. Dan jangan berharap bisa meresapi makna hari kemenangan pada lebaran nanti. Betapa tidak, bukannya saat idul fitri kita bersuka cita menjadi suci, tapi malah justru menutup nurani.

Oleh karenanya, pembebasan tirani dari dalam diri sendiri menjadi penting. Seperti yang diungkap Ahmad Wahid dalam bukunya (yang berisikan catatan hariannya) dengan judul "Pergolakan Pemikiran Islam." Ia mengungkap kita harus berani membebaskan diri dari dua tirani yang berdempet.

Pertama, tirani kesombongan: sok islam tulen, sok ikhlas, sok modern, sok intelektual, sok moralis, sok suci, sok nuchter, dan lain sebagainya. Kedua, tirani ketakutan: Konservatif, atheis, kolot, kafir, Mu'tazilat, disorientasi, lemah ideologi, imannya diragukan, sekularis, kebarat-baratan, dan lain-lainnya. 

Kala kita sudah terbebas dari tirani tersebut niscaya hidup yang nyaman dan tenang dalam menjalankan ibadah puasa yang notabene harus menahan nafsu, lapar, haus, dan emosi. Karena peperangan sesungguhnya, bukanlah peperangan melawan orang lain, terlebih melawan diri sendiri (Jihad melawan hawa nafsu).

Itulah makanya ada kewajiban untuk belajar dan banyak-banyak membaca menjadi salah satu hal yang utama. Membaca membuat pikiran menjadi terbuka, membaca membuat kita menjadi memahami banyak hal, serta membaca membuat kita memahami arti perbedaan sesungguhnya, guna dikemudian hari, ilmu bertambah, hati menjadi tenang seperti ilmu padi, makin berisi, makin merunduk. Atau dalam artian, Kalau sudah pandai, jangan sombong, dan selalulah rendah hati.

Lebih jelasnya bisa meneropong langsung kepada dalil dibawah ini "Puasa adalah membentengi diri, maka bila salah seorang dari kamu di hari ia berpuasa janganlah berkata kotor dan jangan berteriak-teriak, dan jika seseorang memakinya atau mengajaknya bertengkar hendaklah ia mengatakan "Sesungguhnya aku sedang berpuasa." (HR. Bukhari 1904 & Muslim 1151)

Lebih dari itu, cara terbaik guna terhindar dari emosi ialah dengan mengdekatkan diri kepada yang maha kuasa. Perbanyak ibadah, memaknai perintah sekaligus menjalankan perintah-NYA. Setali dengan itu, sekali lagi, perbanyaknya bersabar karena , "Dan, Allah mencintai orang-orang yang sabar". [Ali Imran : 146].

Kenapa? Tak jera-jera diri pribadi mengulangi kalimat ini. Kalau cuma perkara berdebat terkait beda pilihan di dalam pemilu, atau berhadapan dengan orang-orang yang sering kali menyebarkan berita dari media yang kurang kredibel. Ya ngapain marah-marah, mending fokus saja beribadah. Kejadian-kejadian seperti ini, anggaplah sebuah hal lucu yang hanya membutuhkan hadir sebuah senyuman mendominasi wajah, lalu masalah akan segera hilang.

Hal ini sesuai dengan dalil "Kamu tidak akan mampu berbuat baik kepada semua manusia dengan hartamu, maka hendaknya kebaikanmu sampai kepada mereka dengan keceriaan (pada) wajahmu." (H.R. al-Hakim (1/212). Jadi, sudahkah Anda senyum hari ini?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline