Lihat ke Halaman Asli

Detha Arya Tifada

TERVERIFIKASI

Content Writer

Menengok "Kamar" Para Pembesar Negeri di Rumah Sawomateng

Diperbarui: 17 Mei 2019   23:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Rumah Sawomateng/ dethazyo

Orang-orang yang biasanya dilabeli dengan kata para pembesar negeri, jelas bukan hanya hadir dari kalangan pejuang kemerdekaan nan revolusioner samata. Karena sebagian lainnya hadir pula dari kalangan penulis, penyair, sejarawan, filsuf dan cendikiawan. Namun sayangnya, tak semua dari mereka dapat kita jumpai di era kekinian. Terlebih, beberapa diantaranya sudah lebih dulu meninggalkan dunia sebagai panggung utamanya.

Meski begitu, bukan berarti kita tak bisa merayakan sekaligus merefleksikan perjuangan mengebu-gebu mereka dalam membela bumi nusantara dimata dunia. Semua itu bisa didapat melalui pemikiran demi pemikiran yang telah tertuang melalui cerita, puisi, hingga buku-buku. Baik, bagaimana sikap mereka, karya mereka, dan betapa hangatnya buah pikir dari para pembesar negeri.

Beruntungnya, ditengah ragam kesibukkan yang ditawarkan oleh era kekinian. Sesekali kita dapat merasakan langsung bagaimana bulir-bulir ketenangan untuk segera hanyut dalam pemikiran, karya dan romantisme mereka. Walau bentuknya bukan lewat di-jebloskan penjara, seperti kebanyakkan pembesar tanah air.  

Betapa tidak, Kita tinggal meluangkan waktu untuk sejenak berselancar ke dunia maya, dan ragam informasi bahkan yang pada zaman dahulu sulit diakses, kini dengan mudah bisa terbaca, tanpa harus berjalan kesana-kemari. Hanya dengan sentuhan jari plus memasukkan beberapa kata kunci, akses informasi menjadi terbuka lebar.

Bahkan, jika keinginan menikmati karya para pembesar sudah mendalam, maka hal yang dapat dilakukan ialah dengan sedikit meluangkan waktu guna menyepikan diri dari rutinitas dan melangkahkan kaki lebih jauh menuju jalan Menteng No. 14 Beji Timur, Depok, Jawa Barat. Tempat dimana rumah bergaya arsitektur tropis Betawi tiga lantai dengan material batu-batu dan kayu-kayu bagunan tua era 1950-an bernama Rumah Sawomateng berada.

Tanpa pikir lama dan mumpung akhir pekan menyapa, diri yang bertujuan mencari ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan ibadah puasa, langsung mencoba memilih salah satu kamar dari 9 kamar yang tersedia dipenginapan. Kamar yang adapun, dikonsep sedemikian rupa menyerupai museum mini para pembesar dan tokoh-tokoh pemikir kebudayaan, serta sejarah Indonesia.

menuju lantai 2/ dethazyo

material kayu dari tahun 1950-an/ dethazyo

sudut lain dari rumah sawomateng/ dethazyo

Mulai dari lantai satu, ada kamar dengan label Julia Suryakusuma (pemikir feminis), Abdul Chaer (ahli linguistic bahasa Indonesia & Betawi), Sitor Situmorang (Sastrawan). Lantai dua berisi kamar berlabel Pramoedya A Toer (Penulis), Misbach Jusa Biran ( Sineas), Soekarno (founding father Indonesia). Lalu dilantai 3 ada kamar berlabel Onghokham (sejarawan), Toeti Heraty (pemikir feminis), dan Adrian B. Lapian (Sejarawan Maritim).

Dikarenakan banyak pilihan yang rata-rata cukup menarik. Oleh karenanya, perpanjang tangan passion-lah yang menjadikan kamar dengan label sejarawan Onghokham sebagai pilihan.

Kala kunci akhirnya diserah terima langsung oleh JJ Rizal (Sejawan), pemilik Rumah Sawomateng. Sensasi memasuki kamar benar-benar berkesan. Seakan-akan kita memasuki sebuah lorong waktu, sehingga keinginan untuk mengenal tokoh yang menjadi nama dari kamar yang di tempati ialah agenda wajib.

kala kunci digenggaman/ dethazyo

berbuka puasa dengan yang manis/ dethazyo

Menariknya, disetiap kamar (tak hanya kamar yang kami tempati) selalu tersedia buku yang diterbitkan oleh Komunitas Bambu (Kobam) dan tercipta dari buah pikiran tiap pembesar. Selain itu ada pula poster dan sampul-sampul buku yang senantiasa dapat memuaskan rasa ingin tahu akan tokoh, sejenak menghidupkan kembali serta memperbarui memori lama dari para intelektual yang telah tiada dan mungkin tak memiliki pengganti hingga saat ini.


Uniknya, beberapa kamar terdapat artefak pribadi. Misal, kamar Sitor Situmorang terdapat mesin tik tua, tempatnya menuangkan karya-karya nan brilian. Nah, di kamar Julia Suryakusuma-pun terdapat sebuah sepatu yang sering dikenakan dan di kamar kami (kamar Onghokham), batik kesukaan dari salah satu sejarawan terbaik dari negeri ini turut dihadirkan.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline