“Menjadi manusia yang baik tak harus sekolah dari pagi hingga sore hari, cukup hanya dengan mendengar jazz itu sudah keren.”
-Butet kartaredjasa-
Dianggap berkarakter tentu ada sebabnya, sebagaimana orang-orang memberi label ‘berkarakter’ kepada beberapa festival musik yang ada di beberapa negara di dunia. Jika membutuhkan sebuah referensi, maka salah satu tulisan berjudul ‘Festival Musik Terbersih di Dunia’ bisa menjadi salah satunya, guna menambah pengetahuan akan hal tersebut.
Di Indonesia sendiri, banyak festival-festival musik yang mampu menggaet segala kalangan, mulai dari muda, tua hingga lanjut usia. Bahkan jika berkaca ke tahun kemarin (2015), kebanyakkan festival malah mengangkat tema nostaligia untuk para penikmat musik, sebagai sebuah resep ampuh mengobati rasa kangen penonton yang tumbuh dan berkembang dengan karya-karya musisi di era tertentu.
Beberapa diantaranya benar memiliki karakter yang kuat, entah dari line up yang mengisi acara hingga konsep acara yang memukau. Namun jika mengharuskan untuk memberikan suatu penilaian, maka pilihan jelas jatuh pada Jazz Gunung Bromo 2016 yang akan diselenggarakan dua hari berturut-turut pada 19-20 Agustus 2016 di panggung terbuka Jiwa Jawa Resort Bromo, Desa Wonotoro, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur.
Tak hanya karena pemilihan lokasi yang berjarak 6 km dari gunung Bromo, tak juga karena bermusik diatas ketinggian 2300 Mpdl atau karena yang tampil merupakan nama besar seperti Shaggy Dog, The Groove, Erny Kullit, Dwiki Dharmawan Jazz Connection, dan lainnya. Terlebih karena didalamnya terkandung aspek Jazz, musik, kesenian, kebudayaan dan tentunya pariwisata.
Hal diatas jelas bukanlah sebuah omong kosong belaka, lagi-lagi hal itu diungkap karena sebuah keberuntungan dapat menghadiri konferensi pers dari Jazz Gunung Bromo, bertempat di Galeri Indonesia Kaya, Grand Indonesia, Jakarta (11/8). Dalam acara tersebut, semua orang dapat mengetahui lebih dalam tentang pagelaran ke- 8 dari event yang dukung langsung oleh PT. Bank Central Asia Tbk (BCA), dengan sebuah komitmen agar musik etnik mampu berkolaborasi serta bersinergi dengan musik Jazz, demi mempromosikan kekayaan budaya Indonesia supaya mampu berbicara di dunia internasional.
Hadir dalam acara tersebut Sigit Pramono (Penggagas Jazz Gunung), Santoso (Direktur BCA), Butet Kartaredjasa (Penggagas Jazz Gunung), disertai para perfrormers (Erni Kullit, Dwiki Dermawan, Reza The Groove, & Ricad Hutapea). Nama-nama yang disebutkan diatas, dapat dikatakan sebagai sumbu api yang siap memberikan ragam pengetahuan dan informasi akan keseruan dari acara yang memiliki tagline ‘Pesta Merdeka di Puncak Jazz Raya.’
Kado Manis Untuk Kemerdekaan
Biasanya Jazz Gunung Bromo dilaksanakan pada bulan juni dan juli, namun karena ada jeda memasuki bulan ramadhan, maka event tersebut mundur hingga agustus. Berlaga di agustus ternyata menjadi hal yang spesial karena bertepatan dengan kemerdekaan bangsa Indonesia, sehingga Butet Kartaredjasa, menyebutnya sebagai kado manis bagi Indonesia yang telah merdeka 71 tahun yang lalu.
Jika berkaca pada makna kemerdekaan, Jazz Gunung Bromo layak merepresentasi hal tersebut. Karena dengan memainkan irama Jazz merupakan sebuah kemerdekaan dalam berekspresi di jalur musik, dan genre Jazz sendiri, akan bersanding dengan tradisi budaya Indonesia yang kental. Membayangkan 2000-an penonton menghadiri acara tersebut, tentunya dapat membuat rasa nasionalisme kembali bangkit. Right?