Lihat ke Halaman Asli

Desy Rahmasari

PT. Victoria Care Indonesia

Keteguhan dari Minoritas Budha di Mayoritas Islam akan Tetapi Tetap Satu

Diperbarui: 19 November 2021   08:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto: Dokumentasi Pribadi

Siang itu, udara dingin berselimut kabut hingga menusuk ketulang. Jarum jam menunjukkan pukul 05.30. Bu Ponidah (50) bersama suaminya Pak Tukidi (50) telah bersiap melakukan kegiatan puja bakti. Satu bulan penuh Ponidah bersama 4 orang lainnya menjalankan rutinitas puja bakti. Sebulan Pendalaman Dharma atau biasa disingkat dengan SPD setiap pagi dan sore, guna menyambut Hari Raya Waisak.

Jumlah umat Buddha di Dusun Jambe, Desa Candi Garon, Kecamatan Sumowono, Semarang ini hanya lima orang terdiri dari empat keluarga. Ponidah dan Tukidi salah satunya. Meskipun hanya berlima, namun keyakinan dan keteguhan hati mereka patut dijadikan inspirasi bagi umat Buddha lainnya, khususnya generasi muda.

"Biarpun umat buddhis di sini sedikit, tapi yang penting hidup saya ini tidak menyusahkan apalagi menyakiti yang lain, itu prinsip saya. Dengan pemikiran seperti ini juga saya bisa tetap bertahan menjadi buddhis sampai sekarang," ujar Ponidah.

Bagi desa-desa lain dengan jumlah umat Buddha cukup banyak, pandemi menjadi kendala melaksanakan kegiatan SPD. Namun di Dusun Jambe berbeda. Umat tidak terlalu khawatir melakukan aktivitas. Penerapan prokes tidak terlalu sulit, jadwal pujabakti SPD di Vihara Dhammadipa, Dusun Jambe dilakukan dua kali dalam sehari. Pagi hari dan petang hari pukul 18.00 WIB. Begitu pun dengan tahun-tahun sebelumnya.

Senin (1/11) petang, di rumah Bu Ponidah sedang duduk beberapa tamu, Mbah Ismail (80) memasuki ruang Dhammasala bebarengan dengan Mbah Turuti (70). Beberapa menit kemudian Bu Ponidah dan suami mengajak para tamunya turut serta memasuki Dhammasala menyusul Mbah Ismail. Empat orang berjejer rapi menghadap altar dengan sikap namaskara. Satu ruang tengah tepat di depan altar terlihat masih kosong. Ponidah mengalihkan pandang kepada para tamunya yang duduk di pojok belakang.

Pujabhakti

"Mas njenengan yang memimpin pujabhakti ya, biar sekali-kali kami dipimpin anak muda," pinta Ponidah kepada salah satu tamunya.

Merekalah yang setiap petang dan pagi hari menggaungkan bait-bait paritta suci, menjaga suasana damai sebuah ruangan berukuran sekitar 6 x 9 meter. Menebar aroma harum dupa yang setiap dupa kali sehari mereka nyalakan. Vihara Dhammadipa yang setidaknya pernah dua kali mengadakan perayaan Waisak besar di tahun-tahun lalu menjadi saksi keteguhan hati mereka.

Rumadi (45) menjelang pukul 18.00 WIB (1/11) sudah mulai menata ruang tamunya. Memasang altar dan menggelar karpet untuk puja bakti anjangsana seluruh umat Buddha Dusun Ngasinan, Desa Kebonagung, Kecamatan Sumowono, Semarang. Menyambut hari Raya Waisak umat Buddha Dusun Ngasinan melaksanakan SPD tidak hanya di vihara. Malam Rabu Legi dan Rabu Kliwon adalah jadwal anjangsana di rumah umat yang tetap dijalankan selama SPD, selebihnya di vihara.

Kurang lebih 20 umat yang malam itu memenuhi ruangan kediaman Pak Rumadi melaksanakan SPD. Semua yang hadir sudah memasuki usia sepuh. Hanya satu umat terlihat muda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline