Di sebuah sudut Ara'a Cafe yang nyaman, Rahma sedang menyeduh kopi. Aroma biji kopi yang baru digiling memenuhi ruangan, menciptakan suasana hangat dan akrab. Roni, sahabatnya, duduk di meja dekat jendela, mengamati Rahma dengan penuh rasa ingin tahu.
"Rahma, kamu tahu tidak tentang hadits yang bilang, 'Selama aroma biji kopi ini tercium di mulut seseorang, maka selama itu pula malaikat beristighfar untukmu'?" tanya Roni, sambil mengangkat alisnya.
Rahma menghentikan sejenak pekerjaannya dan tersenyum. "Iya, aku pernah mendengarnya. Tapi aku tidak yakin tentang keaslian hadits itu."
Roni mengangguk. "Aku juga merasa ada yang aneh. Hadits tentang kopi? Sepertinya terlalu bagus untuk menjadi kenyataan."
Di saat yang sama, Aziz, teman mereka yang aktif dalam kajian agama, masuk ke dalam kafe. Ia melihat Roni dan Rahma, lalu menghampiri mereka. "Hai, teman-teman! Apa yang sedang kalian bicarakan?"
"Aziz, kita sedang membahas hadits tentang kopi ini. Roni skeptis, sementara aku tidak tahu harus percaya atau tidak," kata Rahma.
Aziz tersenyum. "Ah, hadits itu memang populer di kalangan pecinta kopi. Namun, kita perlu berhati-hati. Banyak hadits yang beredar di masyarakat, tetapi tidak semuanya sahih."
Roni mengerutkan dahi. "Jadi, kamu tahu asal-usul hadits ini?"
Aziz menggelengkan kepala. "Belum ada penelitian yang jelas mengenai hadits itu. Yang jelas, kita harus mencari tahu lebih lanjut sebelum menyebarkannya."
Rani, yang baru saja datang dengan membawa buku catatan, ikut bergabung. "Apa yang kalian bicarakan? Sepertinya menarik!"
"Kita sedang membahas hadits tentang kopi," jawab Rahma. "Aziz bilang kita perlu berhati-hati dengan hadits yang beredar."