Lihat ke Halaman Asli

Desy Pangapuli

Be grateful and cheerful

Dilematis Soal Pilihan Ganda Dihapus dan Minimnya Literasi Peserta Didik

Diperbarui: 27 September 2023   03:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://m.caping.co.id/

Hapus soal pilihan ganda?  Ehhmm....ngeri-ngeri sedap pastinya!  Kok ngeri, kenapa?  Jawabannya jelas, karena soal pilihan ganda ibarat "judi" mendongkrak nilai.  Begini, jika sudah kebanyakan "A", maka kenapa tidak mencoba "C"?  Kerennya, ada peserta didik yang canggih "membaca" pola soal.  Bahkan kocaknya, jangankan dulu!  Di zaman kita sekalipun cara berpikir seperti ini sudahlah umum.  Bukankah begitu?

Kehebohan yang viral bermula ketika aktris Maudy Ayunda ditanyakan jika dirinya menjadi Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, maka apa yang akan dilakukannya untuk dunia pendidikan tanah air?

"Kalau assesment-nya itu open ended question dan bukan multiple choice pasti murid juga belajarnya beda, guru juga ngajarnya beda, dan akhirnya yang di-grading itu critical and analyzing dibandingin sama memorization."  Dikutip dari: detik.com

Sebenarnya pemikiran Maudy hal yang sangat baik.  Namun, tentunya tidaklah semudah membalik telapak tangan.  Terbukti, kritik dan komentar pedas netizen Indonesia langsung meramaikan jagad maya.  Tidak heran, karena memang sulit membentuk pola pikir.  Terlebih jika sudah berada di zona nyaman.  Di mana inilah salah satu bentuk pendidikan juga, yaitu berani berubah, keluar dari zona nyaman untuk sesuatu yang lebih baik.

Jika kita mau jujur semasa kita yang dewasa ini bersekolah bahkan untuk pelajaran matematika saja kita menghafal.  Dimulai dari 1 x 1, 2 x 1 hingga 10 x1, bukankah demikian?  Sangatlah bisa dihitung dengan jari berapa banyak guru yang memberikan pengertian atau memperagakan dengan jari misalnya bagaimana 1 x 1 adalah 1, kemudian 1 x 2 adalah 2.  Bahwa 1 x 2 adalah berbeda artinya dengan 2 x1, sekalipun hasilnya adalah 2.

Apakah ini tidak menyedihkan karena hal mendasar saja semua serba hafalan, dan bukan karena mengerti!  Tidak heran gaya serba instan ini berujung mencetak karakter mau gampang saja.  Memilih jawaban, bukan karena mengerti.  Tetapi karena tebak kancing, atau karena mendapat contekan kawan.  Ini bukanlah bahwa setelah TK lanjut ke SD lalu naik SMP dan lulus SMA!  Lalu katakanlah berujung menjadi sarjana tetapi masih tanda tanya bingung mau berbuat apa.

Mau dibawa kemana bangsa ini jika tidak dibiasakan menggunakan logika ataupun nalarnya ketika menghadapi persoalan.  Kenapa tidak "dipersiapkan" dimulai dari soal-soal di sekolah yang berbentuk uraian atau essay misalnya.  Sehingga di dunia kerja nantinya mereka akan siap untuk mengambil keputusan!  Bahkan terbiasa membaca kondisi, dan siap dengan segala tantangannya.  Termasuk untuk menjadi pionir misalnya!

Percayalah dunia kerja, dan kehidupan ini sendiri adalah tentang kemampuan mencerna dan mengolah kondisi sebelum akhirnya mengambil keputusan.  Tentu kita tidak ingin generasi Indonesia ibarat robot yang diproduksi masal oleh dunia pendidikan.  

Pendidikan bukan semata seberapa hafalnya pada perkalian, rumus, anatomi manusia/ hewan ataupun pasal dan hukum di republik ini.  Bahkan "hafalan" tersebut tidak akan ditanyakan ketika melamar pekerjaan!

Setuju tidak mudah tentunya menghapus soal pilihan ganda.  Terlebih kita dihadapkan pada fakta rendahnya literasi di negeri ini.  Sementara untuk soal uraian ataupun essay dibutuhkan literasi yang mumpuni.  

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline