Lihat ke Halaman Asli

Desy Pangapuli

Be grateful and cheerful

Gagal Paham Gubernur NTT Mengartikan Pendidikan

Diperbarui: 3 Maret 2023   04:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://era.id/khas-era/

Dunia pendidikan dibuat heboh oleh Gubernur NTT, Viktor Laiskodat yang meminta agar siswa SMA masuk sekolah pukul 05.00 WITA.  Menurutnya diharapkan ini akan mengejar ketertinggalan mutu pendidikan nantinya.

"Anak itu harus dibiasakan bangun pukul 04.00 WITA. Pukul 04.30 WITA, mereka sudah harus jalan ke sekolah sehingga pukul 05.00 WITA sudah harus di sekolah. Supaya apa? Itu etos kerja,"  Dikutip dari: cnnindonesia.com

Ehhmm...sebagai orang tua, sekaligus pastinya pernah mengalami masa sekolah, saya prihatin dengan ide brilliant beliau.  Terlebih ketika Pak Gubernur ini juga mengatakan keprihatinannya karena sudah 50 persen Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk pendidikan.  Tetapi rupanya para siswa di daerahnya masih kesulitan menembus Perguruan Tinggi Negeri (PTN) ternama yang menurut versinya sekelas UI, UGM, hingga ITS

"50 persen APBD NTT ada di Dinas Pendidikan dan Kebudayaan," kata Viktor melalui unggahan video di akun Instagram @viktorbungtilulaiskodat pada Selasa (28/2).  Dikutip dari: cnnindonesia.com

Wowww....jujur ini ngeri sedap cara pandangnya.  Sebab ketika kita membicarakan pendidikan, yang dalam hal ini sekolah.  Tentunya kita tidak sedang membahas mencetak robot, atau bahkan memenjarakan anak-anak untuk dicetak menjadi robot.

Bukankah hakikat pendidikan adalah proses pembelajaran sebagai upaya untuk mengembangkan aktivitas dan kreativitas peserta didik dengan interaksi yang menghasilkan pengalaman belajar.  Pertanyaannya sekarang, pengalaman belajar yang bagaimana akan dihasilkan jika anak-anak dipaksakan berada di sekolah pukul 5 pagi, yang notabene masih dini hari.

Baiklah saya berbagi pengalaman ketika saya masih bocah.  Kebetulan saya bersekolah di sekolah favorit di daerah Lapangan Banteng Jakarta yang kedisiplinannya tingkat dewa menurut versi saya. Jarak dari rumah ke sekolah lumayan jauh, dan saya harus melewati beberapa titik macet.  Bayangkan, ada dua pasar, dan 1 sekolah sumber kemacetan yang harus saya antisipasi setiap pagi.   Ini artinya, saya harus meninggalkan rumah jauh lebih cepat.  Konsekuensinya saya sarapan dan menyempatkan tidur di mobil yang mengantar.  Inilah yang terjadi tahun demi tahun.

Namun apes, satu hari ban mobil kempes dan berujung saya telat ke sekolah.  Apakah bisa dimaklumi?  Hahah...sama sekali tidak!  Baik Kepala Sekolah dan Suster (Biarawati) tidak mau menerima alasan ban mobil tertusuk paku.  Bagi mereka, saya telat dan harus dihukum.

Menyebalkan, dan tidak adil memang bagi saya yang berpikir sebagai bocah.  Tetapi inilah bagian dari kedisplinan yang mereka tanamkan.  Memang ketika itu saya masuk sekolah masih pukul 06.30 WIB.  Namun karena jarak, maka saya harus bangun, dan berangkat dini hari.  Lalu bagaimana kira-kira perasaan saya, jawabannya melelahkan sangat!

Tragisnya, sebagaimana umumnya sekolah di negeri ini, maka mau dunia runtuh sekalipun sedikit guru yang peduli perasaan peserta didiknya.  Senin hingga Jumat isinya rutinitas, guru mengajar dan murid mendengarkan.  Guru memberikan tugas, dan murid mengerjakan.  Selesai satu bab, lanjut ulangan, demikian dan demikian seterusnya.  Jujur, bisa dihitung tidak sampai 5 jari menemukan guru yang asyik.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline