Lihat ke Halaman Asli

Desy Pangapuli

Be grateful and cheerful

ABK Bukan Aib

Diperbarui: 25 Agustus 2022   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.capellaproject.com/

Anak berkebutuhan khusus (ABK) berbeda dengan anak disablitas.  Sebab, anak disablitas merujuk kepada kondisi anak yang mengalami keterbatasan dalam aktivitas kesehariannya.  Sedangkan ABK merujuk kepada anak yang memiliki keterbatasan fisik, intelektual, emosi dan sosial.  Namun, sayangnya sedikit dari kita yang menyadari dan bahkan menerimanya,  terkhusus kondisi anak ABK.

Teringat pengalaman cukup lama saat buah hatiku masih di usia play group.  Ketika mendapati Dito, teman anakku si bungsu terlihat berbeda.  Pandangan matanya tidak fokus, terlihat sibuk dengan dunianya sendiri, tidak bisa berinteraksi dengan baik, dan tuturnya tidak terbentuk kata.  Dito bukan satu-satunya anak "spesial" yang kutemui.  Terdapat anak lainnya, yaitu Chris yang juga kurang lebihnya sama. 

Kebetulan, aku memiliki pengalaman pernah membawa putri sulungku terapi karena terlambat bicara di usianya 3.5 tahun.  Sebagai ibu, pastinya aku khawatir dan segera membawanya untuk konsultasi kepada ahli tumbuh kembang anak.

Bermula dari sanalah aku mengenal ABK, dan jatuh hati pada dunia anak.  Bagaimana tidak terenyuh, karena menurutku setidaknya anak-anak tersebut didampingi oleh ibunya, dan bukan oleh pengasuhnya.  Tetapi bisa dihitung dengan jari, berapa banyak anak yang datang terapi didampingi ibunya.

Berbagi cerita bahkan putriku saja ketika itu dengan terbata menanyakan, "Mama, ku asalah?"  Kalimat yang aku artikan dirinya bertanya-tanya adakah yang salah dengan dirinya.  Tetapi jawabanku, bukan dirinya yang bermasalah.  "Tidak kak, mama yang bermasalah.  Mama perlu bertanya dan belajar disini cara membesarkan kakak, " demikian jawabku menatap mata polosnya dan disambut dengan senyum mengangguk.

Hasil konsultasi dan terapi dengan ahli tumbuh kembang, tidak ada yang salah dengan putriku ketika itu.  Mungkin, kelalaian adalah diriku yang tanpa disadari dikarenakan jarak kelahiran adeknya dekat dengan dirinya sehingga aku terlupa untuk mengajak kakak sering berkomunikasi.  Tidak butuh lama aku dan putriku saling bekerjasama agar kami bisa mengatasi kondisi ini.  

Salah satunya dengan memasukkannya ke kelas balet sehingga dirinya bersosialisasi.  Kemudian memberikan buku-buku dan melakukan aktivitas membaca dan mewarnai bersama.  Bahkan kami melakukan bertiga dengan adeknya.   Oiya, satu hal lagi selalu dengan sepenuh hati aku mengatakan kepadanya, "Ajari mama cara membesarkan kakak yah."

Singkat cerita dirinya tumbuh menjadi gadis remajaku yang luarbiasa.  Tidak hanya memiliki segudang teman, ceria dan juga super bawel.  Jika kita bertanya satu, maka akan dijawabnya satu buku!  Hahah.... Sederet prestasi pun diraihnya, dimulai dari dipercaya mengikuti lomba melukis Japan Foundation, menulis di Kementerian Kesehatan, terpilih mengisi acara kolintang di Asian Games 2018.  

Memenangkan lomba puisi tingkat nasional dan Asia Tenggara, dan menjadi penulis lepas di salah satu media.  Terakhir, dengan bangga aku mengatakan putriku diterima di salah satu Perguruan Tinggi Negeri favorit.

Pengalaman inilah yang membawaku secara tidak langsung tertarik dan mencintai dunia anak.  Termasuk kesedihanku ketika mendapati yang terjadi pada Dito dan Chris, teman anak bungsuku.  Bahkan anak-anak lain yang aku temui seiring waktu.  Aku tidak ingin hal buruk terjadi selagi ada yang bisa aku lakukan.   Demikian pelajaran berharga yang aku peroleh.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline