Lihat ke Halaman Asli

Desy Pangapuli

Be grateful and cheerful

Bapak Rumah Tangga, Kenapa Tidak?

Diperbarui: 13 Juni 2022   06:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi dari elle.co.id

Seiring zaman semakin banya perempuan yang bekerja dan menempati posisi penting di kantor.  Sehingga bukan tidak mungkin ada kondisi yang mengharuskan berganti peran, suami yang di rumah sebagai bapak rumah tangga untuk mengurusi anak-anak.   Uuuppsss...... apakah ini sebuah kemunduran, atau menyalahi kodrat?  Mari kita kembalikan kepada "dapur" rumah tangga masing-masing.

Namun saja satu hal yang harus disadari, bahwa peluang bekerja saat ini jauh terbuka luas.  Kita tidak lagi dituntut bekerja di kantor. Tetapi, dengan berada di rumah sekalipun tetap dapat berpenghasilan, atau pun pekerjaan tetap dapat dijalankan secara virtual.

Kita bahkan saat ini menemui profesi baru, misalnya freelancer, animator, blogger, dan penulis yang dapat dilakukan tanpa dibatasi ruang dan waktu.  Artinya, jika berbicara gelombang PHK saat pandemi lalu.  Tidak menutup kemungkinan ini peluang kaum pria yang dapat ditekuni di rumah misalnya, sambil mendampingi buah hat kinii.  Di saat bersamaan istri tetap dapat mengejar karirnya di kantor.

Tentu tidak mudah, karena menyangkut harga diri.  Bahkan dunia saja terkesan melekatkan pemisahan peran laki-laki dan perempuan yang kuat melekat di benak masyarakat.  Sehingga baik secara sukarela maupun mau tak mau, perempuan ditempatkan di ruang domestik. Apalagi di Indonesia yang terikat pola pikir patrilineal di mana laki-laki dianggap lebih tinggi daripada perempuan.

Berikut penilaian kolot yang disematkan pada bapak rumah tangga:

  • Korban PHK atau penggangguran
  • Tidak maskulin
  • Laki-laki tidak bisa menjaga anak
  • Laki-laki sudah seharusnya di kantor, dan perempuan di dapur

Ini menyedihkan sekali!  Padahal di era modern laki-laki dan perempuan adalah teman yang berjalan berdampingan, saling melengkapi dan tentunya saling menghormati.  Bukankah pernikahan adalah menjadikan 2 pribadi yang berbeda untuk mengarungi satu biduk?   Terlebih jika sudah ada buah hati di tengah pernikahan.  Maka anak adalah skala prioritas untuk keputusan yang terbaik.

Kerap diremehkan, tetapi profesi ibu rumah tangga bukanlah mudah.   Apalagi jika coba dijalani oleh laki-laki, walau bukan berarti tidak bisa.  Oleh karenanya sebelum ini menjadi keputusan, maka perlu dipertimbangkan:

  1. Dukungan keluarga, dalam hal ini perlu juga disampaikan kepada anak.  Sebab bagaimanapun penilaian lingkungan akan berpengaruh terhadap psikologis anak.

  2. Keuangan keluarga, dengan memperhitungkan baik dan buruk keputusan ini terhadap keuangan keluarga.  Apakah, semisalnya peran ibu diganti dengan bapak keluarga maka akan cukup aman terhadap kebutuhan rumah tangga.

  3. Kesiapan mental, bahwa tidak mudah menghadapi pekerjaan domestik.  Cukup siapkah untuk menyelesaikan belanja, memasak hingga mendampingi anak.  Demikian juga menjaga keutuhan rumah tangga, apakah cukup kuat mendengar berbagai kata orang.di luar sana.
Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline