Lihat ke Halaman Asli

Desy Pangapuli

Be grateful and cheerful

Ada Apa dengan Singkong?

Diperbarui: 4 Maret 2021   21:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumen pribadi

Sore yang teduh saat aku curhat ke kamu yah khan, diary?  Iya, di luar sana hujan rintik membuat adem Kota Jakarta.  Ehhmm...jadi ngences ngebayangin gorengan.  Lalu, aaa...ahaaayy....teringat dua hari lalu tetangga depan rumah baru saja mengantarkan singkong.  "Tante, ini ada singkong dari mama.  Singkongnya enak tan, kami dikirim dari kebun saudara.  Tante goreng deh kalau nggak percaya."  Heheh...promo habis anak tetangga depan rumah, Yossie namanya.

Aku dan seberang rumahku memang sesekali bertukar kirim, kebetulan mamanya Yossie jago masak.  Yups...beruntunglah aku sering dikirimin.  Sebaliknya, jika aku kumat rajin, aku pun balik kirim.  Yoi, seru memang bertetangga jika klop.

Singkong ini juga sebenarnya mau aku proses kemarin.  Tetapi, nampaknya Tuhan tidak izinkan, karena kemarin kakak iparku, dua ronde mengirim makanan.   Puji Tuhan, kemarin itu ulang tahunnya, dan kami kebagian kenyangnya.   Kembali hahahh...pamali nggak boleh nolak berkat khan.  So sweet memang, karena kagetnya 2 kali jadinya kemarin itu.

Itu sebabnya, jadilah sore rada dingin ini singkong diolah.  Tapi, ehhhmmm...aku mulai galau.  Serius, seumur hidupku belum pernah mengolah singkong.  Bahkan maaf, menggorengnya saja belum pernah!  Apalagi singkongnya ini masih berkulit, dan ada tanahnya.  Otakku berpikir, jelas kulit harus dikupas.  Terus, apakah setelahnya direbus?  Bumbunya apa yah kira-kira supaya seenak tukang gorengan.

Heheh...aku jadi ingat cerita dulu sewaktu tinggal di Melbourne.  Dinginnya Melbourne bikin aku kangen bubur kacang ijo.  Kebetulan waktu itu weekend, dan aku sedang longgar tidak ada tugas kuliah.  Jadwal kerja part-time juga sudah selesai.  Maka sotoy pulang kerja, aku tancap gas belanja di Asian Market, kacang ijo mentah, daun pandan, gula merah dan santan kotak.  Di sana aku bertemu dengan teman Indonesia yang tinggal satu flat, Reiko namanya.

"Wuihhh...keren nih mau bikin bubur kacang ijo yah?  Gua bagi yah nttar.  Terserah, lu mau suruh gua ke flat lu, atau lu bawa ke flat gua.  Tenang, nttar gua bikinin teh panas pakai gula batu."  Begitu rayu Reiko, dan aku menyanggupi kami makan di flatnya saja.  Melbourne ketika itu suhunya menusuk hingga ke tulang.  Membayangkan bubur kacang ijo dan teh gula batu dipastikan indah sekali.  "Oiya, kacang ijonya supaya empuk direndam dulu," sambung Reiko mengingatkan sebelum dirinya pergi kuliah.

Singkat cerita, aku lakukan merendam kacang ijo supaya empuk.  Ehhhmm...kenapa tidak empuk, kataku.  Sementara sudah seharian aku menunggu, mau kapan dimasak kalau belum empuk.  Selagi memandangi kacang ijoku yang terendam setengah hari, tiba-tiba terdengar pintu flatku diketok dan ternyata Reiko!

"Wkwkwk...haahhhaa....dodol..., elu memang dodol!  Ngebadut, atau srimulat nih?  Sampai kiamat juga itu kacang kagat bakal empuk!  Maksud gua, kalau direndam dulu, nttar pas dimasak jadi lebih empuk!  Jadi bukannya elu tungguin sampai empuk baru dimasak!"  Ngakak habis Reiko mentertawakan kedodolanku.

Sementara aku, cuek saja.  Namanya juga belum pernah.  Lagian, mendingan gualah biar belum pernah tapi mau mencoba, kataku bela diri.  Heheh...dan akhirnya kami masak berdua.  Lebih tepatnya, aku doang akhirnya sih karena Reiko segera kembali ke flatnya menyelesaikan tugas kuliahnya dulu.  Aku maklum, begitulah kami yang belajar di negeri orang, harus saling mendukung.

Nikmatnya kacang ijo dan teh gula batu yang aku bawa sepanci ke flat Reiko.  Hahah...sekejap tandas karena beberapa teman Indonesia datang main ke flat Reiko.  Biasalah, setiap weekend digunakan untuk cari makanan Indo di flat kawan.  Tetapi, nggak sopannya Reiko karena membongkar aib tentang kedodolanku, dan jadilah kami tertawa.

Tertawa karena setelah jauh dari rumah ternyata banyak hal yang tidak kami ketahui.  Bahkan, seorang temanku cerita kalau dirinya baru tahu menyetrika setelah kuliah jauh.  Seorang lagi bercerita bagaimana paniknya dia kalau menggoreng, yang menurut ceritanya nyaris dilempar saja supaya tidak keciprat minyak.  Padahal, menurut pengalamanku sih, kalau menggoreng di letakkan baik-baik saja lalu tutup.  Pasti aman, tidak keciprat. Heheheh...tetapi itulah serunya belajar jauh karena bonusnya jadi mandiri dan belajar hidup.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline