Hollaaa....diary....Xnnin kuil, Gong Xi Fa Cai! Yuppss...hari ini bertepatan dengan Perayaan Imlek. Tapi, sayang kali ini aku tidak dapat kue keranjang seperti biasanya. Hikss...hikss...iya, nyebelin. Semua gara-gara pandemi, jadinya aku tidak bisa bertemu sahabat-sahabatku yang etnis Chinese itu deh. Hanya bertemu di group WA, itu juga berakhir perang sticker saling usil. Hahah...
Diary, tinggal di Indonesia itu seru. Kalau bukan karena ulah si Covid, maka setiap hari besar keagamaan pasti deh aku kebagiaan. Yup, meski aku ini umat Nasrani, tetapi kalau Lebaran, dikirimin ketupat, dan kalau Imlek juga dapat kue keranjang dan jeruk-jeruk yang imut itu. Asyik, seru dan kerennya Indonesiaku. Kita dibikin happy dengan keragamannya.
Wokeh, balik ke urusan Imlek yang kali ini harus prihatin, ada kenangan tersendiri untukku. Tapi, janji yah jangan diketawain karena ini rahasia. Begini, aku itu mengenal buah lobak gara-gara bergaul dengan mereka yang beretnis Chinese. Hahah...dubraakkk khan, betapa memalukannya aku.
"What, lu enggak tahu lobak? Kemana aja selama ini bro?" Begitu becandaan mereka setahun lalu ketika anakku masih bersekolah di sekolah yang mayoritas etnis Chinese itu. Lalu aku dengan memalukannya menjawab, "Ehhhmm...enggak, memangnya bentuknya bagaimana, dan cara mengolahnya bagaimana?"
Bla...bla..bla...mereka menjelaskan bahwa lobak itu kakaknya wortel, lebih gemuk, montok dan warnanya putih. Cara mengolahnya juga seperti si wortel, dikupas kulit sebelum dimasak. Hehheh...bahkan spontan di group kami, mereka share foto diri si lobak, beserta beberapa resep olahannya.
Hikss..hikkss...itulah kenangan manisku bersama mereka. Aku jadi berkenalan dengan lobak yang memang belum pernah aku makan sama sekali di umurku yang sudah jadi emak dari 2 ABG. Singkat cerita, lobak pun kemudian menjadi menu favorit keluarga kecilku.
Tetapi diary, bukan hanya lobak sebenarnya yang belum pernah aku makan. Sssttt...jangan bilang-bilang lagi, aku juga belum pernah makan kesemek! Orang menamainya buah berbedak, dan katanya sih enak. Lalu ada juga buah kecapi, senasib juga belum pernah aku makan euy. Ehhhmm...apa lagi yah? Oiya...beberapa buah kecil berwarna unggu agak hitam, dan kata orang rasanya asam. Beberapa kali aku lihat buah ini jika main ke Bogor, tapi belum kesampaian mencoba.
Sebenarnya malu-maluin, sekaligus teguran untuk aku yang sudah jadi emak ini. Bukan apa-apa, teringat beberapa tahun lalu sempat kaget dengan diriku sendiri. Ketika itu kami sekeluarga berlibur ke Bandungan, Semarang. Di pasar anakku menunjuk buah nangka. "Mama, buah itu rasanya bagaimana? Terus kalau orang mau beli, apakah harus beli segede gaban ma? Apa iya bisa habis ma?"
Plak..plak...plakkk...berasa ditoel, baru tersadar ternyata kedua anakku belum pernah makan nangka? Padahal nangka itu termasuk buah sejuta umat karena mudah ditemui dimana saja. Maka, jadilah aku membeli secukupnya. Kedua anakku pun paham, "Ooo...boleh yah belinya sedikit."
Ehhhmmm...tapi maaf, airmuka keduanya kurang menyenangkan. Hahahh...mereka sepertinya shock karena menurut mereka kok ada gas nya yah ma. Ini bisa mabok nggak ma? Singkat cerita, mereka tidak suka. Berbeda ketika keduanya tertarik melihat buah mungil mirip gundu. Iya, kelengkeng! Wahhh...kenceng banget mereka melahapnya! Itu pun aku mengajari dulu, bijinya tidak ikut dimakan yah. Yoi, masalahnya dulu pernah saat mengenalkan duku kepada si kecil, bijinya sempat digigit. Nangis deh, bungsuku itu karena kepahitan.