Lihat ke Halaman Asli

Desyah Amanda

mahasiswa

Transaksi Cryptocurrency dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah

Diperbarui: 29 September 2024   22:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tugas Sosiologi Hukum

Dosen : Muhammad Julijanto, S.Ag., M.Ag.

nama  : Desyah Amanda

nim     : 222111175

kelas   : 5E HES


Masalah hukum : Transaksi Cryptocurrency dalam Perspektif Hukum Ekonomi Syariah

Keberadaan cryptocurrency di Indonesia masih mengalami perdebatan baik dari segi regulasi maupun legalitas, terutama dari perspektif syariat Islam untuk penggunaannya. Belum adanya payung hukum yang jelas mengenai cryptocurrency di Indonesia menjadikan penggunaannya masih di lingkungan abu-abu. Secara hukum Islam, investasi menggunakan cryptocurrency dianggap mengandung unsur maysir (pertaruhan) yang haram, sedangkan untuk alat transaksi bisnis mengandung unsur gharar yang haram pula. Oleh karena itu, secara garis besar transaksi menggunakan cryptocurrency dikategorikan haram lighairihi menurut hukum Islam. Nilai cryptocurrency yang sangat volatil dan sulit diprediksi mengakibatkan resiko investasi menggunakan cryptocurrency menjadi sangat tinggi. Hal ini bertentangan dengan prinsip kehati-hatian yang diajarkan oleh agama Islam.

Kaidah hukum Islam mengenai kasus transaksi cryptocurrency 

  • Larangan riba

Dalam hukum Islam, riba dalam bentuk apapun termasuk riba jual beli dilarang. Padahal dalam investasi cryptocurrency terkadang terdapat unsur spekulatif yang menyerupai riba.

  • Larangan maysir (gambling) 

 Investasi cryptocurrency mengandung risiko tinggi karena nilainya bisa naik turun secara drastis dan tidak terprediksi. Hal ini menyerupai unsur maysir yang dilarang dalam hukum Islam.

  • Larangan gharar (ketidakjelasan)

Nilai tukar cryptocurrency yang fluktuatif mengandung unsur ketidakjelasan yang dilarang oleh hukum Islam. Ini dapat diterapkan pada transaksi menggunakan cryptocurrency.

Norma hukum mengenai transaksi cryptocurrency dalam pandangan hukum Islam

  • Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang menyatakan bahwa mata uang yang sah di Indonesia adalah Rupiah. Virtual currency seperti bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah.
  • Keputusan Bank Indonesia yang menyatakan bahwa uang virtual seperti bitcoin tidak sah untuk digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. Bank Indonesia juga melarang seluruh pihak dalam sektor keuangan untuk memperdagangkan atau memfasilitasi transaksi menggunakan bitcoin.
  • Prinsip-prinsip hukum Islam mengenai larangan transaksi yang mengandung unsur maysir (pertaruhan) dan gharar (ketidakjelasan). Penggunaan cryptocurrency untuk investasi dianggap mengandung unsur maysir karena nilainya yang fluktuatif dan sulit diprediksi. Sedangkan penggunaannya untuk transaksi bisnis dianggap mengandung unsur gharar.
  • Hukum Islam menyatakan bahwa transaksi menggunakan cryptocurrency bersifat haram lighairih karena tidak memenuhi syarat-syarat transaksi yang sah menurut hukum Islam.

Aturan hukum mengenai transaksi cryptocurrency

  • Keputusan Dewan Moneter Bank Indonesia Nomor 18/40/Kep/2016 tentang Larangan Penggunaan dan/atau Penjaminan Uang Elektronik dan Uang Asing sebagai Alat Pembayaran. Keputusan ini melarang penggunaan bitcoin dan cryptocurrency lainnya sebagai alat pembayaran di Indonesia.
  • Fatwa Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia Nomor: 79/DSN-MUN/XII/2016 yang menyatakan bahwa investasi cryptocurrency dianggap riba dan memuat unsur maysir sehingga haram. 
  • Prinsip larangan maysir (pertaruhan) dan gharar (ketidakjelasan) dalam transaksi menurut hukum Islam. Penggunaan cryptocurrency untuk investasi dan bisnis dianggap melanggar prinsip-prinsip tersebut.
  • Kaidah-kaidah fikih Islam yang menyatakan bahwa transaksi menggunakan cryptocurrency termasuk haram lighairih karena tidak sesuai syarat transaksi yang sah menurut hukum Islam.

Analisis kasus transaksi cryptocurrency dalam perspektif positivisme hukum dan sociological jurisprudence

  • Positivisme Hukum

Aliran positivisme hukum berpandangan bahwa hukum itu bersifat positif/tertulis. Menurut pandangan ini, hukum hanya dapat dikenali apabila sudah dituliskan dan disahkan menjadi undang-undang. Oleh karena belum adanya undang-undang khusus yang mengatur cryptocurrency di Indonesia, maka dari perspektif positivis hukum, status hukum cryptocurrency masih belum jelas. Transaksi menggunakan cryptocurrency belum dapat diakui secara hukum sampai adanya undang-undang yang secara tegas mengatur tentang cryptocurrency.

  • Sociological Jurisprudence

Aliran sociological jurisprudence lebih mempertimbangkan faktor-faktor sosial dalam membuat dan menganalisis hukum. Menurut pandangan ini, hukum tidak terlepas dari pengaruh perilaku, kebiasaan, dan institusi sosial masyarakat. Dalam hal transaksi cryptocurrency, analisis dapat dipandang dari sisi bagaimana perkembangan teknologi blockchain dan cryptocurrency mempengaruhi pola transaksi masyarakat secara virtual. Selain itu, pertimbangan hukum Islam yang lebih mengedepankan aspek kemaslahatan dalam bertransaksi juga menjadi pertimbangan sosiologis hukum dalam kasus ini.

Jadi secara ringkas, positivisme hukum lebih menekankan faktor hukum positif sedangkan sociological jurisprudence melihat transaksi cryptocurrency dari sudut pandang pengaruh sosial dan kemaslahatan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline