Penyandang disabilitas memiliki hak yang setara dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam bidang ketenagakerjaan. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas yang menggarisbawahi asas kesetaraan, kesamaan kesempatan, aksesibilitas, inklusi, dan tanpa diskriminasi (demikian pula dengan peraturan turunan dalam PP 70/2019 dan Permen PPN/Bappenas 3/2021).
Sebagai bentuk komitmen terhadap kesetaraan ini, pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan untuk meningkatkan peran serta penyandang disabilitas termasuk salah satunya di sektor birokrasi.
Melalui Peraturan Menpan RB Nomor 27 Tahun 2021 tentang Pengadaan Pegawai Negeri Sipil, pemerintah telah membuka formasi khusus bagi penyandang disabilitas. Hal ini dilakukan tentu bukan sekadar simbol, tetapi juga merupakan langkah konkret untuk menjamin representasi mereka dalam birokrasi.
Menurut data Badan Kepegawaian Negara (BKN), hingga awal tahun 2024, jumlah ASN penyandang disabilitas telah mencapai 6.166 orang. Tidak hanya itu, pemerintah melalui Kemenpan RB kembali menunjukkan komitmennya dengan membuka formasi pengadaan Calon ASN (CASN) tahun 2024 dengan kuota sebesar 2,3 juta posisi yang pada saat ini proses pendaftaran administratif tengah berlangsung.
Berdasarkan alokasi yang ada, akan terdapat sekitar 46.000 penyandang disabilitas yang diharapkan dapat bergabung sebagai ASN baru (2% dari total formasi).
Hal ini merupakan langkah maju yang patut diapresiasi. Namun, di sisi lain, hal ini juga menyisakan tantangan yang memerlukan perhatian serius, terutama terkait dengan pembinaan, pengawasan, dan pengembangan kompetensi serta karier mereka kedepannya.
Pemerintah telah menetapkan kebijakan yang mendorong kesetaraan dan inklusi, namun untuk memastikan bahwa implementasi kebijakan ini berjalan optimal diperlukan grand design yang jelas dan terarah.
Hal yang patut menjadi pertanyaan, bahkan dalam UU No 20 Tahun 2023 tentang ASN, aspek inklusi yang paling signifikan dilakukan baru sebatas ketersediaan minimal 2% formasi disabilitas dalam seleksi nasional CASN, sayangnya UU ini belum menyentuh prinsip penting lainnya seperti manajemen pembinaan, pengawasan dan pengembangan kompetensi/karier bagi penyandang disabilitas.
Tentunya hal ini menjadi salah satu tantangan terbesar yang masih dihadapi yakni bagaimana implementasi kebijakan ini bisa dilakukan secara menyeluruh.
Berdasarkan survei Komnas HAM (2023), penyandang disabilitas di sektor ketenagakerjaan masih kerap menghadapi diskriminasi, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pengawasan yang lebih ketat diperlukan untuk meminimalkan potensi diskriminasi tersebut, serta memastikan bahwa lingkungan kerja yang inklusif dan aksesibel tersedia bagi seluruh ASN penyandang disabilitas.