[caption id="attachment_355877" align="aligncenter" width="564" caption="Papua Damai & Indah - Sumber: Dokumen Pribadi"][/caption]
Membentuk partai politik lokal di Papua seperti di Aceh menjadi solusi yang menarik perhatian warga Papua. Mendirikan partai lokal menciptakan antusisme baru walaupun tidak tidak semua elemen Papua menerima.
Namun jelas, untuk membentuk sebuah partai lokal di daerah, khususnya di Tanah Papua seperti yang telah dilakukan di daerah Nangroh Aceh Darussalam bukanlah suatu persoalan mudah seperti membalikkan telapak tangan, untuk membuat partai lokal seperti menarik benang merah.
Status Partai Lokal (Politik) Papua
Status Otonomi Khusus yang melekat pada Ke-dua Daerah (Papua dan Papua Barat) tentunya telah memberikan entry point tersendiri tentang peluang adanya partai politik lokal untuk Propinsi Papua dan Papua Barat. secara khusus UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomiu khusus bagi Propinsi Papua yang kemudian diperbaharui oleh Pemerintah Pusat dengan Undang – Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang [Perpu] Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Propinsi Papua Menjadi Undang Undang melalui pasal 28 mengatakan sbb:
Sumber: Scan UU UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua
Berdasarkan ayat2x yang tercantum tsb demikian tentunya dapat menjadi penegasan bahwa Partai Lokal Papua memiliki status hukum yang jelas dalam bingkai UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua.
Mengintip sepintas pengalaman (Partai Lokal) Aceh
Bagi masyarakat Aceh Keberadaan partai politik lokal merupakan salah satu terobosan yang signifikan dalam upaya memperkuat partisipasi masyarakat dalam berpolitik dan berdemokrasi. Keberadaan parpol lokal juga akan menjadi jembatan politik antara masyarakat dengan elit politik.
Untuk daerah bekas konflik, seperti halnya Aceh, pendirian parpol lokal menjadi salah satu alternatif pemecahan kebuntuan politik di masyarakat, pembangunan dan penguatan potensi politik lokal, serta mengatur interaksi, peran dan partisipasi politik lokal di Aceh. Namun pelaksanaannya tetap diatur dengan rambu-rambu yang dapat menutup peluang munculnya permasalahan baru yang menjadi resisten dalam menumbuhkembangkan semangat nasionalisme dan NKRI.
Ada enam keuntungan politik apabila partai politik lokal dibiarkan tumbuh subur dalam bingkai NKRI.
Pertama, partisipasi politik masyarakat akan tersalurkan dalam wadah dan partai politik yang memiliki warna yang sesuai dengan karakter dan lokalitas daerah dan wilayahnya.
Kedua, keberadaan partai politik lokal secara subtansi memagari keinginan untuk menuntut kemerdekaan dan pemerintahan sendiri.
Ketiga, rekruitmen politik lebih jelas dan berbasis dari masyarakat sendiri. Rekruitmen tersebut menjadi isu yang signifikan karena kerap kali calon-calon dalam pilkada tidak berbasis di daerah dan wilayahnya, sehingga dapat dilihat sebagai langkah mundur dalam penguatan politik lokal.
Keempat, partai politik lokal secara prinsip menambah pilihan politik bagi masyarakat untuk menentukan pilihan politiknya. Beragamnya pilihan calon yang diusung dengan berbagai kendaraan politik secara inheren melakukan pendidikan politik masyarakat.
Kelima, tereksploitasinya segenap potensi daerah untuk bersama-sama membangun daerah dan wilayahnya secara konstruktif.
Keenam, dengan adanya partai politik lokal diasumsikan akan memberikan garansi regenerasi kepemimpinan politik di daerah yang berkesinambungan. Regenerasi kepemimpinan politik di daerah tidak lagi terinterupsi oleh kepentingan pemerintah pusat atau pengurus partai di tingkat pusat yang hanya akan memaksakan calon-calon dropping dari dewan pimpinan partai atau rekayasa pemerintah pusat.
Harapan untuk Partai lokal Papua
Lebih dari satu decade pasca Implementasi Otonomi Khusus Papua menunjukan bahwa pada dekade tersebut partai lokal Papua telah memiliki legitimasi yang kuat dalam kerangka affirmatife action terutama perlindungan, pemberpihakan dan pemberdayaan orang asli Papua.
Pemerintah Propinsi Papua dan Papua Barat memiliki wewenang yang setara dengan Propinsi Aceh dalam membentuk Partai Lokal, sebagaimana diamanatkan menurut ketentuan pasal 28 UU Otsus Papua. Dengan membaca ketentuan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 termasuk pasal 28 UU Otsus Papua, maka sebenarnya tidak cukup kuat alasan untuk mengatakan bahwa UUD 1945 atau konstitusi Indonesia menutup ruang bagi kehadiran partai politik lokal.
Keberadaan partai politik lokal dapat dikatakan memiliki kaitan yang erat dengan masalah HAM. Di satu sisi keberadaan suatu partai politik lokal dapat dilihat sebagai salah satu bentuk perwujudan HAM, terutama hak kemerdekaan berserikat (freedom of association), dan di sisi yang lain, keberadaan partai politik lokal akan dapat berfungsi sebagai pembawa aspirasi masyarakat daerah dalam memperjuangkan kepentingan mereka dalam proses pembangunan. Atas praktik ketidakadilan atau pelanggaran HAM yang dialami oleh masyarakat di suatu daerah, maka keberadaan partai politik lokal juga dapat menjadi sarana kritik atas praktik-praktik tersebut.
Pengalaman lokal yang terjadi menunjukan bahwa Partai Politik Nasional belum mampu menyentuh (men-support) kepentingan lokal sebagaimana pengakuan pemerintah menurut Penjelasan UU Otsus, rasa keadilan, kesejahteraan rakyat, terwujudnya penegakan hukum termasuk pemnghormatan terhadap Hak Asasi Manusia belum rasakan masyarakat Papua hingga mengakibatkan terpeliharanya kesenjangan antara Jakarta - Papua.
“Orang baik tidak memerlukan hukum untuk memerintahkan mereka agar bertindak penuh tanggungjawab, sementara orang jahat akan selalu menemukan celah disekitar hukum”.
Tabea……..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H