Prosedur yang ditetapkan untuk melakukan bisnis menggunakan wilayah beberapa yurisdiksi mengharuskan negara untuk memperhatikan dengan seksama kebijakan perpajakan yang ditempuh tidak hanya terkait dengan pendapatan perusahaan di dalam yurisdiksi tersebut. Perhatian harus diberikan pada prosedur perpajakan ketika pendapatan diterima oleh wajib pajak di luar negeri. Keadaan ini mengarah pada studi yang lebih rinci tentang aspek teoritis dan praktis di bidang perpajakan internasional (Eshuis, 2014).
Sementara itu, pertimbangan kasus praktik penggelapan pajak melalui berbagai struktur internasional tetap menjadi aspek tidak langsung. Akibatnya, keadaan ini memperkuat kebutuhan akan pendekatan yang lebih rinci untuk mempelajari dan prosedur rekonsiliasi aspek praktis perlindungan basis pajak nasional dari pengalihannya (Aburto, 2007), dengan mempertimbangkan pengembangan mekanisme yang efektif untuk melawan penggelapan pajak. , termasuk penggunaan skema penghindaran pajak abu-abu oleh struktur asing, dll.
Dalam hal ini, pembentukan aturan (prosedur) yang berlaku di yurisdiksi tertentu mengenai perpajakan perusahaan asing yang dikendalikan (CFC) adalah salah satu mekanisme untuk melindungi basis pajak nasional mereka sendiri. Dengan menggunakan pendekatan ini, negara mengatur pembentukan prosedur perpajakan bagi pemegang saham (yang merupakan pengendali) dari sebagian keuntungan dari perusahaan asing mereka (Sangiovanni, 2013).
Pada saat yang sama, bagian tertentu dari perusahaan asing mungkin berada di luar yurisdiksi nasional dengan menggunakan rezim pajak preferensial (Grossule, 2020). Oleh karena itu, prosedur melakukan bisnis di luar yurisdiksi nasional sampai batas tertentu tidak relevan untuk mengendalikan orang ketika menerapkan ketentuan tentang CFC, karena aturan pajak diratakan, dan kewajiban pajak disamakan.
Definisi CFC terkait erat dengan definisi domisili pajak. Selain itu, domisili pajak perusahaan dan struktur dapat ditentukan dengan berbagai cara. Secara khusus, negara dapat mengakui perusahaan asing menggunakan kriteria formal (keberadaan tempat pendirian perusahaan di negara asing) atau berdasarkan pendekatan yang diperluas, misalnya, ketika menetapkan peran dan tempat pemerintah pusat di yurisdiksi tertentu.
Secara khusus, undang-undang perpajakan indoneisa saat ini memuat syarat untuk mengakui perusahaan asing sebagai perusahaan yang dikendalikan. Untuk tujuan ini, harus didaftarkan di negara asing di mana kantor secara fisik berada dan perusahaan dikelola. Pada saat yang sama, suatu perusahaan diakui sebagai wajib pajak indonesia jika secara fisik kantor atau manajemennya berlokasi di indonesia. Oleh karena itu, ketentuan undang-undang internal tentang CFC tidak berlaku untuk wajib pajak kategori ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H