Potret dari Mbah Kalibening yang mempunyai nama asli Syekh Rumani Abdullah Faqih, merupakan seorang musafir yang berasal dari Persia. Beliau datang ke Nusantara untuk mensyiarkan agama Islam dengan cara berdakwah. Mbah Kalibening datang ke Nusantara sebelum adanya Walisongo yaitu sekitar tahun 1270.
Pada Senin, 6 November 2023 kami dari mahasiswa UIN SAIZU melakukan observasi terkait dengan makam Mbah Kalibening yang terletak di Grumbul Kalibening, Desa Dawuhan, Kecamatan Banyumas, Kabupaten Banyumas. Observasi memakan waktu sekitar 1 jam 30 menit.
Sosok dari Mbah Kalibening sangat masyhur di kalangan masyarakat Banyumas, karena menjadi penolong di saat masyarakat setempat tertimba musibah kemarau panjang. Kemudian Mbah Kalibening yang hendak sholat Ashar menancapkan tongkatnya pada sebuah batu besar dan keluar air yang bening atau jernih dari batu tersebut. Hal tersebut juga yang menjadi alasan di balik nama Mbah Kalibening dan warga setempat menyebutnya dengan nama Sumur Kalibening.
Mbah Kalibening menikah dengan Indrajati Kusumaningrum (Mbah Putri), anak angkat dari Mbah Galagamba dari Kediri. Berdasarkan informasi yang diperoleh saat wawancara dengan Bapak Suryonoko selaku petugas atau pengurus makam Mbah Kalibening. sampai sekarang tidak diketahui secara pasti siapa keturunan dari Mbah Kalibening dan Mbah Putri.
Makam Mbah Kalibening tidak pernah sepi dari peziarah, ada yang datang dari Kerasidenan Banyumas seperti, Banjarnegara, Purbalingga, Banyumas dan Cilacap bahkan ada yang berasal dari mancanegara menurut Bapak Suryonoko. para peziarah datang dengan tujuan untuk bertawasul dan berziarah, mereka melakukan hal tersebut dengan kepercayaan masing-masing.
Adapun situs atau tempat-tempat yang ada di Makam Mbah Kalibening antara lain, makam Mbah Kalibening dan Mbah Putri, sumur Kalibening, Baju Mujahadah dan Batu Kubah, dan yang terakhir ada museum benda-benda pusaka peninggalan Mbah Kalibening.
Ada hal unik tentang museum benda-benda pusaka peninggalan Mbah Kalibening, yaitu museum hanya dibuka satu tahun sekali yaitu pada 13 Maulid. Dimana pusaka seperti keris dan tombak yang berjumlah sekitar 600-an tersebut dikeluarkan dari museum dan disucikan menggunakan air yang terdapat di sumur Kalibening. Kegiatan tersebut disebut dengan Jamasan dan dipimpin oleh seseorang yang berasal dari Somagede, kegiatan Jamasan dimulai dari acara tahlil kubro, sholawat Jawa, dan kegiatan inti yaitu Jamasan. Kegiatan Jamasan diterapkan oleh juru kunci yang pertama yaitu Mbah Ali Basyari dan dilestarikan sampai saat ini oleh warga masyarakat sekitar.
Dengan adanya kegiatan observasi mengenai sejarah Islam khususnya di Banyumas, yaitu di makam Mbah Kalibening diharapkan dapat meningkatkan rasa toleransi dan kesadaran masyarakat untuk tetap melestarikan kebudayaan setempat dengan cara ikut serta dalam kegiatan Jamasan yang diadakan satu tahun sekali.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H