Lihat ke Halaman Asli

carolina destika

menulis sepanjang hari

Secuil Hati Ibu

Diperbarui: 28 Oktober 2020   04:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Di ufuk barat mentari meninggalkan bayang-bayang. Perlahan senja beranjak menuju petang. Separuh jiwa yang rapuh berkelebat terbang melayang. Kenangan pada suatu masa hadir memenuhi sanubari yang kerontang. 

Riuh rendah suara tawa malaikat-malaikat kecil. Celoteh manja dan minta perhatian terdengar nyata.Barang-barang berserakan di sana-sini. Setiap kisah disimpan rapi oleh dinding dan meja-kursi. 

Dinding dan meja-kursi turut mendesah. Menampilkan potongan-potongan kisah. Tervisualisasi di setiap jengkal langkah dan ruang. Bagaikan film yang di putar berulang-ulang.

Malaikat-malaikat itu masih menghuni sudut hatinya. Membuatnya bertahan di alam fana. Walaupun hanya dengan separuh jiwa yang tersisa. Separuh jiwa yang lain telah pergi menghadap Sang Pencipta.

Cinta dalam hatinya takkan padam. Senantiasa bercahaya menembus ke segala penjuru. Memancarkan sinarnya ke segala arah. Membersamai dan menjaga malaikat kecilnya dimanapun berada.

Angannya senantiasa berkelana. Pada suatu masa dahulu. Keseharian yang membahagiakan bersama malaikat-malaikat kecilnya. Kenangan yang selalu mengisi ruang hatinya yang sepi.

Secuil hatinya yang sepi bertahan karena sebuah alasan. Kerinduan berkumpul dalam keabadian. Di sebuah negeri yang tak ada lagi perpisahan dan kesepian. Yang ada hanyalah kebahagiaan sejati yang tak bertepi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline