Lihat ke Halaman Asli

Dwi Wahyu Destianto Hidayat

Content Writer | SEO | Article | Poet

Mendengarkan Panggilan Batin, Sebuah Eksplorasi Filsafat Atas Fenomena yang Menyentuh Hati

Diperbarui: 4 April 2023   23:17

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

pixabay.com

Tiap hari, disela-sela sunyinya malam beberapa individu merasa dirinya sedang dipanggil untuk melakukan peraduan. Banyak macam cara mereka mengintepretasikan  istilah 'dipanggil' itu. 

Umumnya yang sesuai dengan koridor keagamaan mereka melakukan doa, ritual keagamaan, meditasi, perenungan dan ada pula yang melakukan dengan cara menyeruput kopi sambil menghisap rokok dalam-dalam. Ya, mereka mengikuti naluri dan intuisinya masing-masing.

Kebanyakan dari mereka yang terpanggil ini sedang mengalami benturan dalam fase perjalanan kehidupannya. Secara psikologis mereka sedang drop, tak banyak yang dapat mereka lakukan dalam kondisi seperti ini, dan akhirnya aktivitas meluangkan waktu untuk dirinya sendiri menjadi sangatlah penting.

 Dunia memang penuh cerita dan warna, begitu kompleks dan saking kompleksnya membuat manusia yang berada dalam situasi fase benturan ini terkadang menjadi momen yang luar biasa sekaligus kikuk.

"Detik ini, tak bisa kusematkan secercah cahaya dalam dadaku.

Karena terlalu sesak atau mulai mengeras, aku tak paham."

Fenomena individu yang merasa dipanggil dalam kondisi fase benturan dalam kehidupan mereka. Meskipun banyak cara yang dilakukan individu untuk merespon 'panggilan' tersebut, tak jarang mereka merasa tidak paham dengan makna sebenarnya dari panggilan tersebut. 

Artikel ini akan melihat fenomena ini dari perspektif filsafat, dengan mengeksplorasi pertanyaan-pertanyaan seperti "Bagaimana seseorang dapat memahami makna sebenarnya dari panggilan tersebut?", dan "Apakah mematuhi panggilan tersebut akan membawa makna atau tujuan tertentu dalam hidup seseorang?".

Plato, seorang filsuf Yunani kuno, memiliki pandangan yang menarik tentang 'daimon'. Dalam pemikirannya, 'daimon' mengacu pada entitas spiritual atau supranatural yang menuntun seseorang melalui hidup. 

Dalam pandangan Plato, 'daimon' bukanlah sesuatu yang jahat atau baik, melainkan sesuatu yang memperjuangkan kebaikan seseorang. Plato memandang 'daimon' sebagai suatu penghubung antara manusia dengan dunia supranatural yang lebih tinggi. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline